Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Buhung Lali, Sumur Panjang yang Tembus ke Laut

4 Juli 2024   22:48 Diperbarui: 5 Juli 2024   05:35 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meletakkan batu di atas daun di Buhung Lali (Sumber: dokpri)

Indonesia dengan keanekaragaman budayanya, memiliki banyak kisah-kisah legenda lokal yang jarang diketahui orang banyak. Setiap daerah memiliki kisah sejarahnya sendiri, memiliki aturan lokal dan pantangan. 

Ada pengetahuan-pengetahuan lokal yang jika diabaikan, menyebabkan persoalan di kemudian hari. Percaya tidak percaya, namun kejadian demi kejadian membuktikannya.

Nun di sebuah desa di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Bukit Harapan, Kecamatan Gantarang, terdapat sebuah kelompok masyarakat sekitar hutan yang mengelola kawasan hutan di sana. 

Kelompok masyarakat itu adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Buhung Lali, sebuah Kelompok Perhutanan Sosial  (KPS) dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm). 

KTH Buhung Lali dipimpin oleh ketuanya yang bernama pak Tamrin, seorang ketua yang cerdas dan memiliki keterampilan berkomunikasi di atas rata-rata.

Artikel ini bukan hendak membahas kiprah pak Tamrin dalam memimpin kelompoknya, mungkin lain kali saya akan bercerita mengenai hal itu. Kali ini saya ingin bercerita tentang asal muasal nama kelompok yang ternyata diambil dari nama sumber air berupa sumur yang ada di Desa Bukit Harapan, sumur  Buhung Lali.

Buhung artinya sumur dan Lali artinya panjang. Sumur yang tidak pernah kering ini terdiri dari tiga sumur yang sudah dibeton. Masyarakat setempat percaya bahwa sumur ini sangat panjang dan ujungnya menuju laut.

Pak Tamrin mengatakan, "Kapan ada orang terjun ke dalam sumur tersebut, dia akan ditemukan di laut."

Dalam perjalanan menuju kawasan Perhutanan Sosial (PS) tempat kelompok pak Tamrin bekerja, kami singgah di sumur buhung lali. Saya waktu itu berdua dengan Sri, teman kantor, dan tiga orang pendamping PS dan penyuluh.

Saat mendatangi sumur yang juga dipercaya sebagai sumur jodoh itu, jika itu adalah untuk pertama kalinya, maka ada semacam ritual yang harus kita lakukan.

Salah satu pendamping yang menemani kunjungan saya menyiapkan tiga helai daun yang ia bagikan untuk kami bertiga -- saya, Sri, dan salah satu pendamping yang menemani. Daun itu kami letakkan di bibir sumur, dan ditindis sebuah batu yang diambil di sekitar sumur.

Agar menjadi kenangan, seorang pendamping mengambil foto kami berdua sedang meletakkan batu. Sambil difoto, saya berdoa dalam hati, mendoakan Sri agar segera dimudahkan jodohnya. Saya tidak bersengaja berdoa karena tempat itu dipercaya sebagai sumur jodoh, namun saya berdoa karena saya percaya doa yang baik dan tulus akan dikabulkan Tuhan, di manapun doa itu diucapkan.

Apalagi di tempat yang dianggap sakral oleh orang lain, saya percaya lebih baik kita 'menghadirkan' Tuhan di sana, daripada memelihara prasangka di dalam hati dan tidak mengucapkan apa-apa.

Meletakkan batu, lalu berdoa (Sumber: dokpri)
Meletakkan batu, lalu berdoa (Sumber: dokpri)

Setelah berfoto dan berdoa, saya mencuci tangan. Sri juga mencuci tangan. Ia tidak mau mencuci mukanya seperti yang disarankan,  karena kami sempat berpanas-panas sehingga kalau langsung dicuci, katanya muka jadi gosong. Tak apa, Sri boleh tak percaya. 

Dia memang seharusnya tak percaya pada kekuatan sumur untuk mendatangkan jodoh buat dia. Tapi dia harus percaya kekuatan doa baik yang dibisikkan dengan tulus di sumur itu.

Saya sempat bertanya pada pak Tamrin, mengapa kita harus melakukan ritual dengan daun dan batu seperti itu? Penjelasan pak Tamrin kurang lebih seperti ini: Sebagai manusia kita tidak boleh takabur dan tidak boleh menafikan ada makhluk lain selain kita di dunia ini, walaupun pada dimensi yang berbeda.

Demikian kata pak Tamrin, "Manusia perlu silaturahim, meski dengan makhluk yang tidak kasat mata. (Makhluk itu memahami): Orang jauh-jauh ke sini datang mau menghargai saya. Dia datang ingin berkenalan."

Wallahualam bissawab.

Jejak perkenalan di buhung lali (Sumber: dokpri)
Jejak perkenalan di buhung lali (Sumber: dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun