Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makan Bergizi Gratis dari Presiden Terpilih

2 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 2 Juni 2024   18:05 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan bergizi gratis (Sumber: pexels/fauxels)

Setelah perhitungan suara dan kemudian memenangkan pemilihan umum, pasangan presiden dan wapres terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumingraka, mulai bergerak. Selain bekerjasama dengan kabinet Presiden Jokowi dalam masa transisi, beberapa program yang dijanjikan saat pemilihan umum, mulai mengemuka. Salah satunya adalah program makan siang gratis yang sudah direvisi menjadi program makan bergizi gratis.

Jika memang tujuannya untuk memenuhi kecukupan gizi anak-anak sekolah, tentunya program ini sangat luar biasa dan harus didukung oleh segenap kalangan. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana program tersebut dapat terealisasi dan bagaimana meminimalkan efek negatif dari program tersebut.

Makanan bergizi merupakan makanan yang mengandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya secara optimal. Nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh mengandung zat-zat yang seimbang antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat dan air.

Saya membayangkan contoh menu yang diberikan pada anak sekolah barangkali berupa nasi, sekerat daging goreng, tempe, tahu, sayur bayam, buah potong, dan segelas susu.

Menu yang lain barangkali nasi pecel ayam + pisang + segelas susu.

Esoknya barangkali nasi kari ayam+tumis buncis+sepotong semangka+segelas susu.

Boleh juga karbohidratnya diganti menjadi makaroni, kentang atau jagung. Sehingga menunya menjadi schootel makaroni daging sayur + jus buah + susu atau sari kacang hijau.

Luar biasa dan itu semua harus disiapkan setiap hari.

Bagi sekolah kedinasan dan boarding school atau pesantren, mungkin tidak perlu pusing lagi. Mereka sudah menyediakan makanan untuk para peserta didiknya selama bertahun-tahun bahkan tiga kali dalam sehari.

Sedangkan untuk sekolah umum, tentunya hal ini perlu dipikirkan lagi. Bukan tidak mungkin ke depannya bisa memakai teknik yang digunakan oleh sekolah berasrama.

Yang perlu dipikirkan lagi adalah anak-anak sekolah yang preferensi makannya sudah terpola. Misalnya kurang suka makan sayur, terbiasa makan makanan praktis jika sedang di sekolah, dan lain-lain.

Dengan preferensi makan yang beragam, bocah-bocah ini nanti harus makan dengan menu yang sudah ditentukan dan harus habis?

Perlu dipikirkan bahwa jangan sampai penyediaan makan bergizi ini justru berujung pada terbuangnya makanan secara percuma.

Teknik pemberian makan kepada siswa mungkin perlu diperhatikan. Alih-alih langsung memberikan dalam satu paket, mungkin tekniknya dapat diberikan secara prasmanan, sehingga anak-anak mengambil makanan secukupnya.

Namun kalau prasmanan dan siswa hanya mengambil makanan yang disukainya, hanya pilih-pilih saja, tentu tujuan pemberian makanan bernutrisi tidak akan tercapai.
Untuk tercapainya tujuan, siswa harus makan semua makanan yang diberikan sampai habis.

Hal ini bagus juga karena anak-anak menjadi paham keberagaman aneka menu makanan bergizi. Lebih-lebih jika menu yang disajikan beragam dan berganti-ganti dengan fokus pada makanan tradisional. Pengetahuan anak-anak akan semakin luas dan nasionalisme pun bisa dipupuk melalui program makan gratis ini.

Saya membayangkan bahwa siswa akan mengalami masa adaptasi dengan berbagai makanan ini. Tentunya agar masa adaptasi dapat dilalui dengan baik, dibutuhkan sosialisasi terlebih dahulu dan juga persuasi bahwa makanan ini adalah makanan terbaik yang bermanfaat bagi kesehatan dan kecerdasan mereka. Bahkan jika dijelaskan fungsi karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain bagi tubuh mereka, mereka akan mendapatkan pengalaman baru dan bukan tidak mungkin hal itu membuat preferensi mereka terhadap makanan menjadi lebih baik.

Banyak implikasi dari program makan gratis ini yang harus diperhatikan sebelum dimulai. Implikasi positif berupa meningkatnya kecerdasan, pengetahuan mengenai berbagai jenis makanan dari berbagai daerah bertambah, preferensi makanan sehat meningkat. Implikasi negatif dapat berupa terbuangnya makanan karena anak-anak tidak suka.

Jadi yang harus dipikirkan bukan hanya dananya dari mana, melainkan teknik pemberiannya mulai dari penyedia makanan (catering, ibu kantin, atau orang tua siswa secara bergantian), jenis makanan/menu, bagaimana makanan diberikan, dan persuasi pada anak-anak agar memakan semua yang disediakan.

Terlepas dari berbagai implikasi, program ini sangat baik untuk dijalankan. Seperti telah saya sebut di awal tulisan, sudah banyak sekolah berasrama yang melakukannya. Sehingga bagaimana mendeliver makanan ke anak-anak, dapat mencontoh yang sudah dilakukan sekolah berasrama.

Pemerintah cukup konsern pada dana yang akan diluncurkan, sekolah-sekolah mana yang akan menerima dana tersebut, dan bagaimana mendeliver dana agar diterima dengan baik dan digunakan dengan baik sesuai rencana.

Saya yakin dengan iktikad baik, Indonesia bisa.

Mari demi masa depan anak yang cerdas dan sehat, kita dukung program makan gratis pemerintah. Semoga lancar dan amanah, aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun