Kadang kan orang nggak mau diketahui mau kemana. Beda kalau orang yang mau menyiarkan kalau dia mau ke bulan dua bulan misalnya dan mau menitipkan rumah di bumi. Pasti tanpa pertanyaan andalan 'mau kemana' sudah bilang duluan baik-baik ke tetangga, "Bu, saya mau ke bulan selama dua bulan. Titip rumah, ya, Bu."
Jadi seharusnya kalau ada tetangga lewat depan rumah, harus menyapa bagaimana?
Pertama, nggak usah menyapa - kalau memang gesture tetangga itu seperti ogah menjawab
Kedua, cukup tersenyum dan bilang, 'Mbakkk' atau 'Buuu' atau 'Bu ... mau berangkat?' Entah berangkat kemana, tapi jawabannya pasti cukup: "Iyaa, mari, Buuu..."
Pertanyaan yang penuh nuansa kekepoan itu lebih mengganggu lagi jika ditanyakan saat lebaran. Momen berkumpul keluarga sekali dalam setahun bisa-bisa buyar jika ada anggota keluarga yang kepo nanya macam-macam seperti:Â
"Kamu di rantau dua tahun sudah punya apa saja?" - Heh, memangnya yang nanya pegawai pajak?
"Ada lowongan kerja, nggak, di kantormu? Tuh si Lisa butuh kerjaan, ajak gih dia." - Heh, memangnya guwe badan penyalur pekerja?
"Kamu lama banget pacaran sama si itu, kapan nikahnya?" - Heh, emangnya mau bayarin biaya nikah?
"Kantormu gede ya, pasti gajimu gede, berapa?" - Heh, another pegawai pajak. Belum saatnya bikin SPT!
Biasanya yang nanya adalah keluarga yang agak-agak jauh, bukannya keluarga inti. Keluarga inti saya tidak pernah nanya-nanya hal yang privasi seperti itu. Paling mama saya yang suka kepo dengan gaji anaknya. Kalau mama yang nanya, pasti saya jawab dengan senang hati.
Ditanya dengan pertanyaan yang penuh nuansa kekepoan dan sangat mengganggu tentunya sangat menjengkelkan. Kita tidak bisa dengan mudah mengubah karakter orang menjadi tidak kepo. Kalau begitu harus kita sendiri yang berubah duluan.Â