Kelas menengah didominasi pekerjaan PNS dan TNI/Polri dengan jabatan menengah. Beda ya kalau pegawai negeri eselon 1 mungkin sudah bisa dimasukkan kelas atas. Pengusaha kelas menengah bisa juga masuk kelas menengah, demikian juga guru, perawat, bidan, penyiar, dan lain-lain.
Kalau kelas bawah jenis-jenis pekerjaan yang dimiliki sebagian besar adalah pekerjaan di sektor informal. Buruh, tukang ojek, penjual di warung kecil, pengamen, dan lain-lain.
Saya PNS dan saya kelas menengah
Mengapa saya memasukkan diri sendiri ke kelas menengah. Sebab beberapa ciri-ciri memang cocok untuk kelas menengah, seperti misalnya menabung atau bahkan berutang untuk kebutuhan yang besar seperti biaya ibadah haji, beli mobil, dan lain-lain.Â
Di sisi lain, saya tidak miskin-miskin amat sehingga perlu menerima bansos. Dua hal itu sudah dapat menjadi clue bahwa saya masuk ke dalam kelas menengah.Â
Dengan gaji berdua (suami+istri) yang sebenarnya lumayan, kenyataannya gaji tersebut bisa menjadi saldo nol kala pengeluaran meningkat. Belum lagi kalau ada kejadian tak terduga yang harus membuat isi dompet kembali melayang, seperti misalnya ada yang sakit.
Apalagi saya orang rantau yang masih punya orangtua di kampung halaman. Tiap tahun harus keluar uang buat mudik yang tak sedikit. Selain mudik, biaya kuliah dan sekolah anak juga merupakan sumber pengeluaran yang besar.Â
Kelas menengah yang serba tanggung itulah saya, masih sering harus berhitung untuk memastikan seluruh penghasilan cukup buat ini itu. Tidak seperti mereka yang berpenghasilan tinggi yang tiap tahun bisa liburan ke luar negeri, lha saya ke destinasi wisata masih satu provinsi saja harus mikir duit.Â
Ujung-ujungnya duitnya buat mudik sajalah. Mau bela-beli ini itu, saya kadang masih harus mikir keras dan harus pintar-pintar membuat prioritas mana yang harus didahulukan di antara berbagai kebutuhan.
Kelas menengah susah kaya?Â
Kalau dipikir-pikir betul juga, seperti saya kadang sudah menabung tiba-tiba uang terpakai untuk hal tak terduga, sehingga harus memulai dari nol lagi.