Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diversifikasi Pangan Jangan Hanya Saat Harga Beras Naik

22 Februari 2024   20:37 Diperbarui: 24 Februari 2024   09:34 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi (Sumber: Pexels Trista Chen)

Maka masyarakat pencinta nasi ini, yang sangat dimanjakan oleh pemerintahnya, kemudian diimporkan beras, agar kebutuhannya terhadap nasi yang tercinta tetap tercukupi. Semakin tahun jumlah penduduk bertambah, areal sawah berkurang, dan impor beras melejit ke angka tertinggi.

Sekarang saat sekali lagi harga beras membubung tinggi dan masyarakat menjerit, baru program diversifikasi pangan terdengar lagi gaungnya.

Diversifikasi pangan bukan barang baru. Pada periode tahun 1975-1979 pemerintah Indonesia membuat program diversifikasi pangan yang dituliskan dalam Instruksi Presiden No.14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR). Produk unggulannya disingkat "Tekad" yaitu Telo, Kacang, Jagung. 

Diversifikasi pangan juga ditegaskan dalam Instruksi Presiden No. 20 Tahun 1979 tentang pemberdayaan tanaman sagu di Kawasan Indonesia Timur. 

Lucunya, program tidak berjalan lancar karena pemerintah fokus pada program intensifikasi dan rehabilitasi pertanian untuk meningkatkan produksi beras. Bagaimana mungkin dua program yang bertolak belakang akan disukseskan secara bersamaan?

Periode 1980-1984, program diversifikasi pangan berlanjut dan pemerintah meminta bantuan pada sektor swasta, dan hasilnya adalah produk mie instan menjadi produk alternatif pengganti beras. 

Mie instan memang berjaya bahkan hingga saat ini. Tapi, apakah dia berhasil menggantikan peran beras/nasi? Tentu tidak, karena orang Indonesia makan mie pakai nasi! Jadi tetap saja butuh nasi.

Saat kemudian tahun 1984 tercapai swasembada beras, euforia beras melimpah telah mengalahkan telak program diversifikasi pangan yang menjadi sayup-sayup terdengar.

Periode 2015 -- 2019 diversifikasi pangan kembali menggeliat salah satunya dengan adanya gerakan One Day No Rice dan pengembangan konsumsi pangan pokok lokal. Ingatan saya tidak banyak merekam bagaimana keberhasilan gerakan tersebut, padahal saya sudah bekerja sebagai PNS waktu itu. 

Saya hanya ingat bahwa ada satu era di mana kalau kami rapat sudah tidak boleh pakai snack dus yang biasa. Snack diganti dengan umbi-umbian rebus. Cukup unik dan itu berjalan beberapa waktu, mungkin sekitar 6 bulan, lalu tiba-tiba snack dus kembali menghias meja rapat.

Pada masa pemerintahan Pak Jokowi, diversifikasi pangan dilakukan dengan program optimalisasi produksi jagung, sorgum, dan sagu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun