Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Budaya Jalan Kaki di Indonesia, Apa Kabar?

16 Desember 2023   00:21 Diperbarui: 16 Desember 2023   02:14 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan tanpa trotoar (Sumber: Koleksi Pribadi)

Siang itu ketika waktu istirahat tiba, saya menggunakan kesempatan untuk memenuhi janji pada seorang teman. Saya janji akan membawakan buku yang ia pesan beberapa pekan lalu, buku "Misteri Ular di Kolam Renang."  Saya pergi ke kantornya dengan menggunakan jasa kendaraan online. Sebenarnya kantor teman saya tidak terlalu jauh dari kantor saya.

Setelah sampai dan bertemu dengan teman saya kemudian menunaikan janji, saya pun bermaksud kembali ke kantor. Saya tidak sempat memesan jasa transportasi online, dan langsung menyeberang lalu berjalan pelan-pelan. Setelah beberapa saat berjalan, saya merasa ternyata jarak yang harus saya lalui tidak jauh. Jadi saya membulatkan tekad untuk berjalan kaki.

Saya berjalan pelan-pelan sambil teringat beberapa adegan di drama Korea yang sering saya tonton. Di dalam drama tersebut selalu ada adegan tokoh utama berjalan kaki hingga berkilo-kilo meter jauhnya, dan itu biasa banget.

Jarak yang harus saya tempuh paling hanya sekitar 500 meter saja, tapi tentu ada yang berbeda dengan situasi di Korea atau di negara lain yang penduduknya suka berjalan kaki.

1. Desain trotoar yang berbeda.

Di Korea memang kota-kotanya dibangun ramah pedestrian dengan trotoar yang lebar. Sedangkan di Indonesia trotoarnya sempit, kadang terputus karena jalan masuk ke toko atau rumah, dan banyak trotoar yang beralih fungsi menjadi tempat berjualan kaki lima. Belum lagi trotoar yang pavingnya sudah rusak sehingga tidak mulus lagi.

2. Budaya jalan kaki.

Budaya jalan kaki sudah mengakar di beberapa negara seperti Korea, Jepang, Hongkong, dll. Sedangkan orang Indonesia terkenal malas berjalan kaki. Untuk pergi ke warung dekat rumah saja, kalau ada motor kenapa harus jalan kaki? Ini bukan hanya sekadar asumsi saya semata, ya. Sudah ada penelitiannya. Sumbernya di sini , dikatakan bahwa orang-orang di Hongkong menempati urutan teratas dalam daftar penduduk paling rajin jalan kaki sedangkan orang Indonesia menempati posisi paling buncit  alias penduduk paling malas jalan kaki sedunia. Alamak.

 3. Di luar negeri orang jalan kaki itu biasa.

Di Korea atau Jepang, orang jalan kaki pergi kemana-mana itu biasa, beda dengan di Indonesia, kalau kita jalan kaki ke tempat yang agak jauh, pasti dikasihani.

Pernah saya jalan dari rumah saya menuju gerbang kompleks, ada motor yang mengiringi langkah saya lalu menawarkan untuk membonceng saya sampai ke depan.

Demikian pula saat saya pulang dari kantor teman saya tadi. Reaksi teman saya yang kemudian tahu saya berjalan kaki adalah, "Hah? Jalan kaki, Mbak? Serius? Jauuuh."

"Nggak jauh, kok. Hanya 500 meteran," jawab saya.

Apakah saya tidak capek dan panas mengingat waktu itu Indonesia lagi panas-panasnya? Atau saya kehabisan uang untuk membayar jasa transportasi online? Atau saya mau ngirit?

Nggak, semuanya salah. Saya hanya sedang ingin berjalan kaki. Itu saja. Capek, panas dan haus, tentu iya. Bahkan saya sempat mampir di indomaret untuk beli minuman dingin. Tapi apakah saya menyesal telah berjalan kaki?

Tidak. Saya bahkan puas karena saya sudah berhasil berjalan kaki seperti tokoh-tokoh dalam drama yang saya tonton, haha. Dan pastinya saya juga nyicil olahraga, kan, ya?

Setelah saya sukses berjalan kaki di siang hari itu, saya mendapatkan beberapa insight.

1. Mungkin banyak orang yang suka berjalan kaki tapi situasi kurang mendukung.

2. Jalanan di Indonesia banyak yang tidak ada trotoarnya sehingga kurang nyaman berjalan di jalan berbatu.

Jalan tanpa trotoar (Sumber: Koleksi Pribadi)
Jalan tanpa trotoar (Sumber: Koleksi Pribadi)

3. Banyak kendaraan berhenti/parkir di pinggir jalan sehingga sangat mengganggu pejalan kaki. Ini termasuk kendaraan pribadi maupun taksi online dan angkot yang hobi ngetem di pinggir jalan.

Angkot ngetem (Sumber: Koleksi Pribadi)
Angkot ngetem (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pertanyaannya kemudian, mengapa di Indonesia trotoar tidak dibangun seapik di luar negeri? Padahal saya yakin setengah dari penduduk Indonesia sudah pernah bepergian ke luar negeri, misalnya anggota dewan, para ASN, pelajar, pengusaha, nggak kurang-kurang yang sudah trip ke mancanegara. Tapi mengapa tidak ada yang mengimplementasikan sesuatu yang baik itu di negara kita?

Anggota dewan dan pejabat negara yang studi banding tentu bisalah membuat sedikit perbedaan. Mereka punya wewenang untuk mengubah wajah Indonesia menjadi lebih baik.

Mobil berhenti di tepi jalan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Mobil berhenti di tepi jalan (Sumber: Koleksi Pribadi)

Saya tidak menutup mata bahwa sudah banyak area yang dibangun oleh pemerintah dengan tujuan agar orang dapat memanfaatkannya untuk berolahraga di pagi hari, bahkan ada car free day. Dan sudah banyak orang yang memanfaatkannya untuk berolahraga.

Bener. Tapi tentunya area tersebut hanya dipakai oleh orang-orang yang memang bertujuan untuk olahraga. Yang saya maksud di sini adalah trotoar dan kebiasaan berjalan kaki di area-area kota saat pergi dan pulang kerja, saat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Jika infrastruktur untuk itu memadai, pasti mendukung budaya jalan kaki untuk dimulai.

Membangun budaya yang sehat memang tidak mudah, tapi bisa dilakukan dengan menyediakan fasilitasnya. Namun saya merasa pemerintah Indonesia sepertinya lebih senang menambah mal dan area perbelanjaan, sehingga orang Indonesia lebih suka berjalan kaki berkilo-kilo sambil shopping kiri kanan, daripada berjalan kaki sepanjang 500 meter saja untuk kesehatan kaki. Entahlah.**

Saya bersama teman yang membeli novel (Sumber: Koleksi Pribadi)
Saya bersama teman yang membeli novel (Sumber: Koleksi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun