Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Cincin Merah di Barat Sonne, Petualangan Mahasiswa Indonesia di Samudera Hindia

12 November 2023   10:22 Diperbarui: 21 November 2023   01:15 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas adalah judul sebuah buku, lengkap dengan sub judulnya. Buku tersebut karya Andi Arsana, tepatnya I Made Andi Arsana, seorang dosen Teknik Geodesi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Buku CMdBS (demikian saja kita menyebut seterusnya) adalah memoar,  kisah nyata dari Andi Arsana saat ia berkesempatan menjalani riset tentang bawah laut selama satu bulan dari atas kapal Jerman, Sonne.

Waktu itu Andi Arsana sedang menjalani studi S3nya di University of Wollongong, Australia dan mendaftar kesempatan riset bersama sebuah lembaga University of the Sea bersama lima mahasiswa lainnya dari berbagai universitas di Australia.

Selama satu bulan mereka para mahasiswa itu akan berlayar dengan kapal penelitian tercanggih, dengan tim ilmuwan dan pendamping berpengalaman. 

Riset mereka akan menempuh jarak dan lintasan yang sudah dirancang sebelumnya untuk memetakan relief dasar laut dan mengidentifikasi flora fauna yang ada di dasar laut.

Sudah kebayang kan serunya petualangan pak Andi Arsana? Tapi jangan dibayangkan yang indah-indah saja karena ini bukan sembarangan petualangan melainkan perjalanan riset yang tentunya ada tanggungjawab pengamatan tiap hari dan penyusunan laporan. Para mahasiswa itu juga mendapatkan kuliah-kuliah selama dalam perjalanan di atas kapal Sonne. 

Selain menghadapi kendala-kendala dan kesulitan baik terkait adaptasi di kapal, adaptasi dengan sesama rekan mahasiswa, ada satu lagi tantangan yang harus dihadapi yaitu mengatasi mabuk laut. Coba, siapa kiranya juara satu mabuk laut yang membuat seluruh tim di kapal Sonne prihatin? Hmmm...pokoknya ada yang kayak gitu.

Apakah buku ini disusun dengan keseriusan dan penuh istilah-istilah ilmiah yang memusingkan kepala? Ya di beberapa bagian, pak Andi Arsana menjelaskan dengan detail konsep hukum teritori laut internasional, namun penjelasan tersebut sudah disederhanakan hingga mudah dipahami oleh orang awam. 

Cincin Merah di Barat Sonne (koleksi pribadi)
Cincin Merah di Barat Sonne (koleksi pribadi)

Contohnya saat menjelaskan bagaimana relief dasar laut bisa digambarkan dengan metode gelombang. Dengan menggunakan alat bernama echosounder dengan multibeam, akan dipancarkan gelombang hingga menyentuh dasar laut, kemudian dasar laut memantulkan gelombang itu kembali ke atas. 

Kedalaman suatu titik di dasar laut kemudian  ditentukan dengan waktu tempuh gelombang tersebut. Karena kecepatan gelombang sudah diketahui dan merupakan ketetapan, maka kedalaman dasar laut adalah kecepatan gelombang dikalikan waktu tempuh dibagi dua. Mengapa dibagi dua? Karena gelombang tersebut menempuh jarak bolak-balik alias dua kali (halaman 90).

Kalau masih tidak paham, pak Andi menjelaskan dengan analog yang lebih sederhana lagi di dalam buku, seolah-olah sedang menjelaskan prinsip yang rumit kepada orang tuanya dengan contoh-contoh yang dekat dan mudah dipahami. Kalau orang tua pak Andi saja bisa paham, pasti kita juga paham.

Hal-hal kocak juga mewarnai buku ini. Bagaimana pak Andi yang nama panjangnya adalah I Made Andi Arsana - khas nama orang Bali - selalu mengalami kesulitan dan harus menjelaskan soal namanya kepada orang-orang khususnya orang Barat. 

Orang asing yang berbahasa Inggris akan menyebut nama pak Andi dengan ejaan I meid Andi Arsana atau jika diartikan itu adalah bentuk past tense dari kalimat Aku membuat Andi Arsana. 

Tentu sangat aneh dan karena itu pak Andi harus menjelaskan berulang-ulang tentang filosofis nama orang Bali.

Selain hal-hal kocak, ilmiah, ada pula bagian-bagian menegangkan ketika malam-malam seluruh penumpang di kapal Sonne harus berlari ke safety boat karena alarm tanda bahaya berbunyi.

Ada pula bagian yang mengharukan  saat pak Andi mengingat masa lalu saat ia minta izin ayahnya keluar dari pekerjaan di Astra untuk menjadi dosen di almamater tercinta.

Berapa gajinya? Tanya sang ayah. Gaji dosen hanya seperlima gaji di Astra. Terasa tak masuk akal dan sebuah pilihan yang gila, mungkin begitu bagi orang kebanyakan. Tapi panggilan hati tidak bisa diabaikan.

Akhirnya sang ayah yang sempat bingung, mendukung sang anak dengan kata-kata yang sangat menyentuh.

Jika kelak di kemudian hari terbukti bahwa pilihanmu baik, bapak akan merasa bangga dan senang. Namun jika ternyata pilihanmu terbukti tidak tepat, bapak adalah orang pertama yang akan turut mengakui sebagai pilihanku juga. Kamu tidak sendiri memutuskan ini. Ini adalah pilihanmu yang akan Bapak akui juga (halaman 126).

Percakapan itu hanya melalui telepon, tapi efeknya sanggup membuat haru sang penulis. Demikian juga saya sebagai pembaca, sukses termehek-mehek. 

Saya terapkan pada saya sendiri, mungkinkah saya akan selegawa Bapak pak Andi yang sedemikian mempercayai langkah sang anak yang terdengar tak masuk akal? 

Sejauh mana saya akan memberi kepercayaan penuh pada anak saya jika mereka kelak meminta izin melakukan sesuatu seperti yang dilakukan pak Andi? Entah, saya tak bisa menjawabnya.

Kembali ke buku, buku ini juga menjadi bukti bahwa orang Indonesia tidak kalah dengan orang dari negara lain. Selain menjadi satu-satunya ahli masalah batas-batas laut, Pak Andi juga terampil dalam mengoperasikan komputer dan aplikasi-aplikasi pemetaan. Beliau memiliki peran penting dalam suksesnya kerja-kerja kelompok di atas kapal Sonne.

Buku ini baik dibaca oleh generasi muda, sehingga dapat menguatkan jiwa idealis dan semangat kompetisi untuk mengambil peran dalam pengembangan studi di tingkat internasional. Kita mampu selama kita mau berusaha.**

Judul Buku: Cincin Merah di Barat Sonne
Penulis: Andi Arsana
Penerbit: Lingkar Pena
Tahun Terbit: 2010
Tebal halaman: 273 + x

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun