Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jika Aku Ingin Menjadi Burung

1 Oktober 2023   05:00 Diperbarui: 1 Oktober 2023   07:15 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kadang aku ingin menjadi burung, yang bisa terbang seenaknya tanpa harus beli tiket pesawat. Tinggal menentukan arah tujuan lalu mengepakkan sayap. Terbang kembali ke sarang di mana indukku berada. Mungkin sarang itu tak cukup lagi untukku yang sudah berkembang, namun bau ketiak indukku pasti membuatku nyaman.

Namun aku kembali berpikir, kalau jadi burung, sebaiknya aku jadi burung apa? Kalau pulang ke sarang, aku harus menyeberang lautan. Burung apa yang tahan mengepakkan sayap berjam-jam tanpa istirahat? Jangan-jangan aku nanti malah karam di lautan bagai kapal terlalu banyak muatan.

Apakah aku harus jadi burung Elang? Setahuku dia burung yang paling kuat, sanggup terbang di atas ketinggian. Namun apakah aku tak terlalu menarik perhatian pemburu? Nanti malah aku mati dihajar peluru.

Atau aku menjadi burung kecil yang tidak menarik perhatian saja. Sayapku kecil dan jelajah terbangku rendah, namun aku dapat menyelinap di belakang truk yang hendak masuk ke pelabuhan, lalu menumpang kapal menyeberangi lautan. Menjadi burung kecil yang tidak menarik perhatian, mungkin aku akan selamat sampai ke tanah Jawa. Yang harus kuwaspadai hanyalah pemangsa seperti kucing yang bergerak cepat, atau anak kecil sadis yang akan meremas tubuhku dalam genggamannya karena gemas.

Aku yakin sebagai burung kecil aku akan selamat sampai ke sarang asalku. Aku akan gembira bertemu indukku. 

Tapi aku lupa, yang menjadi burung hanyalah aku, sementara indukku tetap berwujud manusia, yang tidak paham dengan kelakuan burung kecil yang tiba-tiba hinggap di bahunya dan mendekatkan kepala ke pipinya. Aku hanya bisa mencicit dan jadi pusat perhatian saudara-saudaraku yang heran akan keberadaan burung kecil yang tiba-tiba masuk rumah. Ah, aku juga lupa akan kucing peliharaan kakakku yang membuatku harus bertengger di atas lemari karena was-was dengan cakarnya yang tajam.

Lalu aku akan menyesal karena harus menempuh perjalanan pulang lagi sebagai burung kecil yang kelelahan. 

Itulah mengapa manusia tidak boleh berandai-andai. Karena kewajibannya adalah mensyukuri apa yang dia miliki, apa yang ada di depan matanya sekarang. Bekerjalah yang rajin agar kau dapat mengumpulkan uang dan membeli tiket pesawat pulang ke sarangmu dulu. Dan bukan berandai-andai menjadi seekor burung.

Bukankah lebih enak duduk nyaman dalam kabin pesawat ber-AC, daripada berpanas-panas di kapal barang menghindari kejaran kucing dan balita?

Makassar, akhir September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun