Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Chill and Heal Sambil Berendam Dalam Bath Up Alami Pantai Bira, Bulukumba

28 April 2023   20:41 Diperbarui: 28 April 2023   20:44 2088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Tanjung Bira (sweetrip.id/instagram daengdrone)

Dulu, sebelum sempat mengunjungi Pantai Tanjung Bira, Bulukumba, keindahan pantai tersebut sudah saya dengar sejak lama. Bermain di pantainya yang berpasir putih, akan memberikan efek yang berbeda dari pantai-pantai di Makassar yang pasirnya hitam. Ok, fix. I will go there. Apakah hanya itu kelebihan Pantai Bira? Masak cuma itu, sih? Jadinya rasa penasaran terhadap pantai cantik ini semakin besar.

Kesempatan berkunjung ke Bira tiba saat liburan akhir tahun 2018 lalu. Suami berencana mengunjungi keluarga di Bone, lanjut ke Sinjai, dan bermalam di penginapan dekat Pantai Bira pada malam Natal.

Kami tiba di Pantai Bira sore jam 4, dan anak-anak sudah minta nyebur.  Saya sih foto-foto dulu saja karena lebih memilih nyebur esok paginya saat air surut. Kabarnya pas air surut, kita bisa jalan jauh sekali ke arah laut karena Pantai Bira sangat landai.

Keesokan harinya kami sarapan dulu sebelum berangkat dengan berjalan kaki menuju pantai. Memang cuma jalan kaki karena penginapan kami dekat sekali dengan pantai. 

Di sekitar Pantai Bira banyak penginapan, mulai dari yang murah hingga hotel bintang lima. Jadi tidak usah khawatir jika ingin merasakan sensasi bermalam di tepi pantai, beragam jenis penginapan dapat dipilih. Hanya saja saat liburan akhir tahun seperti yang saya alami, harga kamar naik karena banyaknya wisatawan yang berkunjung.

Saat tiba di pantai, wow, saya surprise sekali karena air laut benar-benar surut sampai jauh ke tengah. Anak-anak juga gembira dan langsung lari ke tengah. Sayang sekali saya tidak membawa ponsel karena memang berniat untuk nyebur dan bermain di laut seperti anak kecil.

Dasar pantai sangat random, ada yang berupa batuan karang, hamparan pasir, dan juga tumbuhan laut berupa ganggang laut dan hamparan padang lamun.

Sepanjang lautan lepas, tinggi air hanya semata kaki. Saya berjalan sampai air setinggi betis. Di beberapa tempat terdapat bentuk-bentuk cekungan yang mirip bath up alami. Setelah mendapatkan tempat yang benar-benar nyaman, saya berendam from top to toe. Wah, rasanya surga banget.

Saya berbaring di dataran berpasir putih dengan air laut jernih menutup seluruh tubuh, dan kepala saya letakkan agak tinggi di atas batu karang yang tidak keras karena ditumbuhi ganggang di atasnya.

Sambil berbaring dengan nyaman, saya menatap langit yang biru di atas sana, dengan awan-awan putih yang tipis menghiasinya. Saya bahkan bisa memejamkan mata dengan nyaman.

Pikiran saya kosongkan, saya buang jauh-jauh segala keruwetan kerjaan kantor dan kerjaan rumah yang biasanya saling berlomba membuat saya stress. Saya benar-benar dalam kondisi santai, very-very in the condition of chill and heal.

Di kejauhan ada perahu nelayan, sesekali ada anak-anak kecil yang sedang mencari ikan hias atau bintang laut yang terjebak di sela batu karang, tapi selebihnya di sekitar saya sepi. Pengunjung yang lain ada, tapi mereka lebih memilih bermain di dekat daratan.

Saya merasa memiliki laut pribadi milik saya sendiri. Saya berendam hingga air laut mulai meninggi. Wajah saya pasti gosong tapi itu tak terlalu saya pikirkan, karena saya merasa bahagia, merasa menjadi manusia baru yang bebas stress, serta siap untuk beraktivitas kembali dengan semangat baru.

Tak usah jauh-jauh untuk mengembalikan semangat dan mencari tempat yang tepat untuk chill and heal. Kalau di Pantai Tanjung Bira saja saya bisa merasa sangat refresh seperti waktu itu, saya yakin masih banyak pantai atau tempat lain di Indonesia yang memberikan efek sama. Nggak perlu jauh-jauh, di Indonesia aja! Saya bangga berwisata di Indonesia.

Setelah puas berendam, saya kembali merapat ke pantai. Banyak lapak-lapak tempat orang menjual kelapa muda dan pisang goreng. Kamipun memesan kelapa muda dan pisang goreng sekaligus menyewa kamar mandi untuk mandi membilas pasir yang melekat di badan. Ibu penjual pisang menemani kami sambil bercerita mengenai pengalamannya yang merantau jauh dari Jawa dan akhirnya memiliki lapak di tepi Bira. 

Ternyata Bira tak cuma ramah pada pengunjung wisata, namun juga ramah pada orang-orang yang mengadu nasib mencari sesuap nasi di sana. 

Angin pantai berembus meniup lembut anak-anak rambut yang mulai mengering. Good bye, Bira. Sampai jumpa lagi, terima kasih engkau telah membuat saya segar dan bersemangat kembali. Saya pasti akan datang lagi, karena kecantikanmu telah memikat hati.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun