Dulu, sebelum sempat mengunjungi Pantai Tanjung Bira, Bulukumba, keindahan pantai tersebut sudah saya dengar sejak lama. Bermain di pantainya yang berpasir putih, akan memberikan efek yang berbeda dari pantai-pantai di Makassar yang pasirnya hitam. Ok, fix. I will go there. Apakah hanya itu kelebihan Pantai Bira? Masak cuma itu, sih? Jadinya rasa penasaran terhadap pantai cantik ini semakin besar.
Kesempatan berkunjung ke Bira tiba saat liburan akhir tahun 2018 lalu. Suami berencana mengunjungi keluarga di Bone, lanjut ke Sinjai, dan bermalam di penginapan dekat Pantai Bira pada malam Natal.
Kami tiba di Pantai Bira sore jam 4, dan anak-anak sudah minta nyebur. Â Saya sih foto-foto dulu saja karena lebih memilih nyebur esok paginya saat air surut. Kabarnya pas air surut, kita bisa jalan jauh sekali ke arah laut karena Pantai Bira sangat landai.
Keesokan harinya kami sarapan dulu sebelum berangkat dengan berjalan kaki menuju pantai. Memang cuma jalan kaki karena penginapan kami dekat sekali dengan pantai.Â
Di sekitar Pantai Bira banyak penginapan, mulai dari yang murah hingga hotel bintang lima. Jadi tidak usah khawatir jika ingin merasakan sensasi bermalam di tepi pantai, beragam jenis penginapan dapat dipilih. Hanya saja saat liburan akhir tahun seperti yang saya alami, harga kamar naik karena banyaknya wisatawan yang berkunjung.
Saat tiba di pantai, wow, saya surprise sekali karena air laut benar-benar surut sampai jauh ke tengah. Anak-anak juga gembira dan langsung lari ke tengah. Sayang sekali saya tidak membawa ponsel karena memang berniat untuk nyebur dan bermain di laut seperti anak kecil.
Dasar pantai sangat random, ada yang berupa batuan karang, hamparan pasir, dan juga tumbuhan laut berupa ganggang laut dan hamparan padang lamun.
Sepanjang lautan lepas, tinggi air hanya semata kaki. Saya berjalan sampai air setinggi betis. Di beberapa tempat terdapat bentuk-bentuk cekungan yang mirip bath up alami. Setelah mendapatkan tempat yang benar-benar nyaman, saya berendam from top to toe. Wah, rasanya surga banget.
Saya berbaring di dataran berpasir putih dengan air laut jernih menutup seluruh tubuh, dan kepala saya letakkan agak tinggi di atas batu karang yang tidak keras karena ditumbuhi ganggang di atasnya.
Sambil berbaring dengan nyaman, saya menatap langit yang biru di atas sana, dengan awan-awan putih yang tipis menghiasinya. Saya bahkan bisa memejamkan mata dengan nyaman.