Pertama kali saya bertemu dengannya adalah dalam sebuah pertemuan kopdar komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis Yogyakarta, sekian tahun yang lalu saat saya tinggal di kota gudeg.Â
Dia orangnya humble dan low profile walaupun sudah menulis banyak karya berupa buku. Keder juga waktu tahu buku-buku karyanya sudah banyak, sedangkan saya baru sebatas nulis naskah pendek di media dan kalau buku baru main di antologi, waktu itu.
Yang paling membuat saya kagum waktu dia sharing tentang buku karyanya yang berjudul "The Power of Bejo." Sebuah buku yang mengulas tentang orang yang selalu BEJO alias beruntung.Â
Dia menuliskan bahwa orang BEJO itu tidak semata-mata BEJO tanpa ikhtiar. Pasti ada hal-hal yang dilakukan sehingga kemudian memiliki sifat selalu BEJO.
Qadarullah, setelah menulis si BEJO dengan nama pena Octavia Pramono, dia kemudian benar-benar BEJO karena produsen dari tolak angin BEJO tertarik dan kemudian membeli hak cipta buku BEJO ini.Â
Membeli hak cipta atau entah bagaimana saya lupa yang jelas kaitannya dengan produsen BEJO ini, dia mendapatkan nilai kontrak jutaan dari buku BEJO.
Karena keBEJOannya, kami kemudian sering memanggilanya mbak BEJO atau mbak Titin Bejo, yang akhirnya disingkat menjadi mbak Tinbe.
Ya, dialah kompasianer kita, Agustina Purwantini. Saya sudah pernah menulis tentang dia di sini, tapi saya akan menulis lagi tentang dia di Kompasiana.Â
Setelah saya kembali menetap di Makassar, kami masih sering bertukar chat. Chatnya random saja ala emak-emak. Kadang ngomongin anak-anak, kadang curhat masalah kehidupan, namun juga kadang kami gibahin Kompasiana, hahaha.Â