Bermula di tahun 1620, awal didirikannya balai kota Batavia. Sempat bertahan selama enam tahun, bangunan dibongkar untuk melawan serangan dari pasukan Sultan Agung tahun 1926. Setahun kemudian balai kota kembali dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Namun tahun 1928 kondisi bangunan memburuk karena ketidakseimbangan tanah.
Tahun 1707, atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn, balai kota dibongkar dan dibangun ulang dan diresmikan pada 10 Juli 1710. Â Selama dua abad, bangunan ini dijadikan kantor administrasi Kota Batavia. Selain itu, bangunan ini digunakan sebagai College van Schepenen (Dewan Kotapraja) serta Raad van Justitie (Dewan Pengadilan). Â
Pada masa pendudukan Jepang yaitu tahun 1942, gedung ini digunakan sebagai kantor pengumpulan logistik Dai Nippon atau kekaisaran Jepang. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, bangunan ini digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Â Sampai tahun 1961, sempat digunakan sebagai Kantor Komando Militer Kota I dan kemudian digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
 Tahun 1970, bekas bangunan balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Pada 30 Maret 1974, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, merenovasi ulang gedung tersebut dan diresmikan sebagai Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah).
Sebenarnya apa yang ada di dalam museum tersebut? Karena dua kali ke Kota Tua saya tidak pernah masuk ke museum, maka saya mencari info tentang itu di sini. Kita bisa menemukan objek-objek seperti: Kronologi sejarah Jakarta; replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran; hasil penggalian arkeologi di Jakarta; mebel antik mulai dari abad 17 sampai 19; keramik, gerabah, dan batu prasasti.Â
Objek-objek ini dibagi menjadi beberapa ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang Batavia.
Ternyata isinya sangat banyak, padahal selain museum Fatahillah masih ada museum lainnya di area Kota Tua. Jadi saya menyimpulkan bahwa kalau mau eksplore Kota Tua, dalam arti melihat seluruh museum yang ada, mungkin waktu sehari tidak akan pernah cukup.
Saatnya Pamitan
Kami melanjutkan foto-foto karena beberapa orang yang mencari sesuap nasi di area wisata Kota Tua sudah berdatangan satu demi satu. Kami ketemu dengan seorang bapak-bapak manusia gold - yang mengecat seluruh tubuhnya dengan warna emas.Â
Beliau menawarkan berfoto dengan properti yang dibawanya. Senjata, dan tulisan-tulisan yang unik tentang jodoh. Tentu saja kalau mau foto bersamanya harus bayar, pastilah namanya juga si bapak itu kerja di situ. Kalau dipikir siapa sih yang mau tubuhnya dilumuri cat setiap hari? Tapi demi sesuap nasi, si bapak rela melakukannya.Â
Yah, hidup di Jakarta memang berat. Kita-kita para pelancong harus mengerti sendirilah mau ngasih berapa.