Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sustainable dan Responsible Travel, Cara Mencintai Destinasi Wisata Alam di Indonesia

17 April 2023   23:43 Diperbarui: 17 April 2023   23:51 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan Pinus Tala-Tala, Maros, dikelola oleh Pokdarwis (dokumen pribadi)

Indonesia adalah negeri yang kaya, memiliki banyak destinasi wisata yang indah, mulai dari birunya laut dan hijaunya pegunungan. Belum lagi jika bicara mengenai keragaman suku dan budaya, di mana setiap etnis memiliki keunikannya masing-masing. Ada kuliner khas daerah, lagu dan tarian khas daerah, hingga kemeriahan baju adat, semua itu menjadi pelengkap dari sebuah lanskap yang memanjakan mata.

Kamu tidak perlu jauh-jauh untuk dapat menikmati destinasi wisata yang unik dan kaya. Cukup di Indonesia aja! 

Namun demikian, keberagaman wisata alam itu tidak berguna jika tidak dikelola dengan baik. Beberapa destinasi wisata alam di Indonesia walaupun ada yang dikelola oleh instansi KLHK namun pada umumnya dikelola dengan budget yang minim. Terlebih lagi destinasi alam yang hanya dikelola oleh masyarakat desa (Kelompok Sadar Wisata/Pokdarwis), umumnya sulit berkembang dan stuck pada penampilan itu-itu saja, lalu lama-lama mati.

Hutan Pinus Tala-Tala, Maros, dikelola oleh Pokdarwis (dokumen pribadi)
Hutan Pinus Tala-Tala, Maros, dikelola oleh Pokdarwis (dokumen pribadi)

Memang sebuah dilema bak makan buah simalakama. Sebuah destinasi wisata alam sebenarnya tidak boleh dikembangkan menjadi sebuah wisata massal. Ia harus tetap menyandang kata 'alam' sehingga sesedikit mungkin ada pembangunan. Di sisi lain, pangsa pasar anak muda tidak teraih karena mereka enggan masuk ke area wisata yang monoton dan membosankan serta minim fasilitas. Paling hanya anak muda pencinta alam yang masih antusias menjelajah hutan rimba belantara.

Sustainable dan Responsible Travel

Sustainable travel atau wisata berkelanjutan, merupakan jenis wisata di mana dampak lingkungan, sosial dan ekonomi dari wisata diperhitungkan tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan para wisatawan, namun juga kebutuhan komunitas masyarakat lokal. Ada konsep memberi dan menerima di antara dua pelaku wisata. Sustainable travel atau wisata yang berkelanjutan bertujuan membuat masa depan wisata jangka panjang lebih layak.

Responsible travel erat kaitannya dengan sustainable travel, namun lebih terkait dengan cara individu berinteraksi dengan tujuan yang mereka kunjungi.

Bagaimana menerapkan Sustainable dan Responsible Travel ala Saya

Sebuah destinasi wisata alam butuh suntikan dana agar besar dan berkembang, namun jika besar dan berkembang, kunjungan yang terlalu ramai akan memunculkan permasalahan lainnya. Jadi untuk kunjungan pada destinasi wisata alam memang harus disesuaikan dengan daya dukung lingkungannya. Bagaimana menghitung daya dukung lingkungan, dan berapa tepatnya pengunjung yang diperbolehkan masuk dalam kawasan wisata alam dalam sehari?

Tentu jawaban dari pertanyaan itu tidak dapat dijawab dengan sederhana melainkan harus melalui sebuah riset.

Saya tidak dapat membantu sebuah destinasi wisata dengan memberi suntikan dana, karena saya bukan orang kaya. Namun saya dapat melakukan riset pada sebuah destinasi wisata dan memberikan pandangan-pandangan saya untuk tujuan pencarian pengembangan konsep wisata yang berkelanjutan.

Selain riset, saya dapat berkontribusi pada hal yang lebih sederhana lagi, yaitu dengan menulis opini mengenai destinasi wisata yang saya kunjungi. Saya akan menuliskan kelebihan dan kelemahannya, serta merumuskan strategi pengembangan yang memungkinkan dengan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal untuk tujuan wisata yang berkelanjutan. 

Wisata gua, Leang Panning, Maros (dokumen pribadi)
Wisata gua, Leang Panning, Maros (dokumen pribadi)

Sustainable dan responsible travel saya artikan sebagai kontribusi kita sebagai wisatawan setelah menikmati kunjungan ke sebuah destinasi wisata. Kontribusi tersebut tentu saja hal-hal yang positif. Jadi alih-alih marah-marah atau menebar vibes negatif setelah berkunjung ke sebuah tempat wisata karena mungkin tidak memuaskan, kita harus siap menjadi agen perubahan yang justru akan terpancing memberikan sumbangsih pemikiran agar terjadi perbaikan pada destinasi wisata tersebut.

Jika setiap wisatawan bisa berbuat seperti itu, yang tentunya harus diimbangi dengan penerimaan yang baik dari pengelola wisata, maka akan terjadi perubahan yang menggembirakan pada sektor pariwisata. Dan semua orang nantinya bisa berucap: Aku bangga berwisata di Indonesia.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun