Tentu jawaban dari pertanyaan itu tidak dapat dijawab dengan sederhana melainkan harus melalui sebuah riset.
Saya tidak dapat membantu sebuah destinasi wisata dengan memberi suntikan dana, karena saya bukan orang kaya. Namun saya dapat melakukan riset pada sebuah destinasi wisata dan memberikan pandangan-pandangan saya untuk tujuan pencarian pengembangan konsep wisata yang berkelanjutan.
Selain riset, saya dapat berkontribusi pada hal yang lebih sederhana lagi, yaitu dengan menulis opini mengenai destinasi wisata yang saya kunjungi. Saya akan menuliskan kelebihan dan kelemahannya, serta merumuskan strategi pengembangan yang memungkinkan dengan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal untuk tujuan wisata yang berkelanjutan.Â
Sustainable dan responsible travel saya artikan sebagai kontribusi kita sebagai wisatawan setelah menikmati kunjungan ke sebuah destinasi wisata. Kontribusi tersebut tentu saja hal-hal yang positif. Jadi alih-alih marah-marah atau menebar vibes negatif setelah berkunjung ke sebuah tempat wisata karena mungkin tidak memuaskan, kita harus siap menjadi agen perubahan yang justru akan terpancing memberikan sumbangsih pemikiran agar terjadi perbaikan pada destinasi wisata tersebut.
Jika setiap wisatawan bisa berbuat seperti itu, yang tentunya harus diimbangi dengan penerimaan yang baik dari pengelola wisata, maka akan terjadi perubahan yang menggembirakan pada sektor pariwisata. Dan semua orang nantinya bisa berucap: Aku bangga berwisata di Indonesia.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H