Aku duduk di sini, di teras sebuah toko retail, di mana sinar matahari menghangatkan tubuhku. Lalu lalang kendaraan kuamati dengan tenang, sambil mengetik pesan buatmu.
"Mas, apakah aku boleh potong rambut?"
Biasanya, kamu tak akan merespons dengan cepat. Makanya aku masih tenang-tenang saja, menyeruput kopi dalam kemasan yang sengaja kubeli. Menikmati me time, yang tak sering-sering datang.
Rencanaku, jika kamu setuju aku memotong rambutku, maka aku akan potong rambut di salon di sebelah toko retail ini. Kopiku akan kuhabiskan di sana sambil menunggu mbak-mbak salon menggunting helai-helai rambutku, sambil membaca majalah lama yang disediakan di meja salon.
Sinar matahari tak lagi hangat, aku sudah kepanasan, namun balasanmu tak jua datang. Aku mulai gelisah dan mulai berpikir lebih baik aku memanjangkan rambutku.Â
Aku berdiri karena merasa sudah lama duduk di kursi teras. Rugi rasanya jika pulang ke rumah dengan tangan hampa. Maka aku singgah membeli dua bungkus siomay yang dijual di depan toko retail. Satu untukku dan satu buat kamu. Walaupun kamu telah membuat rencanaku amburadul karena tak jua membalas pesanku.
Sambil menjinjing dua bungkus siomay, aku pulang dengan hati lapang. Tak perlu marah-marah jika berurusan dengan kamu. Karena di lain waktu, kamu akan kembali melakukan itu. Seperti juga kuharap kamu, tak perlu marah-marah jika berurusan dengan aku. Tak perlu marah-marah jika aku lemot, atau selalu mengulang bertanya ini itu. Karena aku akan selalu mengulangi itu. Dan karena kita berdua akan bersama untuk waktu yang lama. Waktu yang akan bahagia jika diisi hanya dengan cinta saja.
Siomay sudah siap di meja, tas dan sepatu sudah diletakkan dan dibuka. Baju cantik sudah berganti dengan seragam rumah tangga. Barulah chat yang kutunggu-tunggu nongol di layar ponsel.
"Ok."
"Hmm, telat, bubar, nggak jadi potong rambut!"