Selesai naskah pertama, ia lanjut ke naskah kedua, dan seterusnya sampai adzan duhur terdengar. Ia berhenti untuk salat dan kemudian makan siang. Setelah itu ia kembali mengetik dan mengetik sampai waktu ashar.
Setelah ashar ia mandi dan bersiap-siap membantu acara akikah cucu kakak iparnya.
Pukul sembilan malam baru ia tiba kembali di rumah. Karena suami sedang tugas luar kota, ini kesempatan bu Heru untuk menulis naskah sebanyak-banyaknya, kalau perlu sampai pagi!
"Buat apa nulis banyak-banyak? Kulihat beberapa hari ini, dalam sehari bisa sampai 10 kali posting di K?" tulis Indriana di pesan wa, teman sesama kompasianers yang satu kota dengan bu Heru.
"Aku mau ngejar Krewards, Mbak. Aku tahu tulisanku tidak sempurna. Nggak mungkin hanya tiga tulisan bisa nyampe jutaan kayak Pak Tovanni. Â Satu-satunya jalan ya nulis sebanyak-banyaknya. Pasti viewsnya banyak nanti akhir bulan."
"Lha demi apa to, Bu. Kok ngejar krewards. Selama ini kan ibu nulisnya santuy kayak saya? Kita kan nulis untuk berbagi dan menginspirasi, Bu?"
"Saya mau nabung-nabung buat sangu berangkat umroh, Mbak," jawab bu Heru.
"Oalah. Ya sudah, semoga cita-citanya tercapai ya, Bu. Jangan lupa tetap jaga kesehatan."
Bu Heru tersenyum. Persahabatan yang dengan Indriana terjalin setelah mereka saling berbalas komen di postingan Kompasiana. Ternyata rumah mereka tak terlalu jauh, kelurahannya bersebelahan. Kadang-kadang kalau ada event di kota, mereka janjian pergi sama-sama. Jalan-jalan sekaligus nyari bahan konten tulisan.
Tak terasa malam semakin dingin. Jemari bu Heru terasa kaku. Ia istirahat sejenak untuk minum seteguk air. Tapi ketika berdiri, ia merasa matanya berkunang-kunang, dan langit-langit rumahnya berputar. Bu Heru terhuyung, Â lalu roboh ke lantai.Â
Ia masih sadar dan dalam kondisi kepala pusing, ia mencari ponselnya. Ditekannya nomor Indriana. Ya, hanya Indriana yang bisa ia hubungi. Indriana adalah nakes, dan meski dini hari, tak akan merepotkan siapa-siapa karena Indriana tinggal sendiri di rumah mungilnya.