Seakan menjadi sebuah tradisi, awal tahun ini saya kembali menggiring anak-anak ke Gramedia untuk membeli buku. Sama seperti tahun lalu. Membeli buku setahun sekali? Tentunya kesimpulannya tidak seperti itu. Apalagi saya, kalau ada buku bagus cenderung mata ijo, walau kalau kemudian jadi beli, bisa jadi bukunya akan tetap tersegel dalam waktu yang cukup lama. Rupa-rupanya pergeseran dari pembaca buku menjadi penimbun buku, sedikit lagi menjadi kenyataan. Aiih, jangan, ah!
Nah, kembali ke acara membeli buku di Gramedia. Rasa-rasanya saya mengalami de javu, dan berusaha membuka kembali list judul artikel di K yang pernah saya tulis di sini. Benar juga, awal tahun saya membeli buku non fiksi yang cukup tebal, yang faktanya baru saya baca beberapa halaman. Haish, peer untuk 2023 harus mengunyah buku yang saya beli setahun yang lalu. Tapi kenyataan itu tak membuat surut langkah dan tujuan saya membeli buku lagi untuk suatu maksud.
Dan, ilustrasi paling atas adalah buku yang saya beli dengan niat mau dijadikan bahan buat ikut lomba menulis artikel dan lomba menulis resensi. Hayo, para penulis dan pengabdi lomba pasti sudah ngeh lomba apa yang saya maksud. Semoga saja saya punya waktu untuk menuntaskan dua buku yang saya beli ini dan menunaikan hasrat mengikuti lomba menulis.
Kalau saya memilih dua buku non fiksi tersebut, anak-anak saya seperti biasa memilih buku fiksi. Sulung saya berusaha melengkapi koleksi Percy Jacksonnya dan dia langsung membeli seri 2 dan 3. Ia sudah memiliki seri pertama.
Si tengah yang belakangan kalau ke Gramedia hanya senang melihat-lihat saja -- zonder beli buku -- eh, kemarin mengacungkan sebuah buku komik untuk dibawa ke kasir. Saking senangnya dia mau beli buku, saya baru nyadar kemudian kalau ada penanda 'dewasa' di sudut bawah kover. Hmm, dewasa seperti apa, peer lagi untuk membaca buku yang dipilih anak-anak.
Terakhir si bungsu yang selalu merengek ke Gramedia, dia membeli dua buku. Yang pertama buku serial my little pony. Bungsu memang suka sekali little pony dan senang menggambar karakter pony di waktu senggangnya. Buku yang kedua adalah komik World Ghost Stories. Hmm, moga-moga saja ia tidak lantas ketakutan karena harus tidur sendirian.
Anak-anak saya termasuk pembaca cepat. Dalam sehari mereka sudah menghabiskan buku yang dibeli. Ya, kalau komik kan memang tulisannya minim, ya? Nggak papa, deh. Minimal buku-buku itu sudah mengurangi waktu mereka mantengin gadget, ya, nggak? Perlu diagendakan, bulan depan ke Gramedia lagi, jadi nggak setahun sekali perginya, hahaha.
Pergi ke toko buku dengan mengajak anak-anak, berjalan dari rak ke rak, membaca judul-judul buku baru, buat saya adalah me time dan healing yang selalu membuat bahagia. Semua buku rasa-rasanya ingin dibawa ke kasir. Alhamdulillah remnya masih kuat, apalagi kalau sembari mengingat sekian buku di rumah belum terjamah, dan ada juga aplikasi bacaan online yang jarang tersentuh di ponsel.
Inti dari semua celoteh saya yang ngalor ngidul adalah, membaca buku fisik masih menjadi pilihan. Pergi ke toko buku dan membeli buku, bukanlah hal kuno yang hampir punah.Â
Yuk, kunjungi lagi toko-toko buku dan ambil barang satu buku ke meja kasir untuk dibayar dan dibawa pulang. Boleh juga tidak langsung pulang, tapi singgah di kafe dan makan atau minum, sambil membuka buku dan membaca bab pertama. Bukankah itu menjadi pemandangan yang sangat jarang? Duduk di tempat umum sambil membaca buku, di saat semua orang duduk sambil memelototi ponsel masing-masing?**
Salam.
#selamattahunbaru
#artikelpertamadi2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H