Senin pagi waktu itu, mas Uyab pagi-pagi sudah ceria, tak tampak sindrom I hate Monday di wajahnya. Rupanya dia ceria karena hari ini akan menunaikan janji menuntaskan sharing belajar mengenal dan memasang kamera trap sesi 2. Yang belum baca sesi 1 bisa ke sini, ya?
Mas Suher dan pak Andra tidak kelihatan, tapi kalau ditunggu keburu siang, jadi kami segera berkumpul di dekat meja kerja mas Uyab. Yang hadir saya, mas Dino, mbak Titi, dan mas Uyab sendiri.
"Kita simulasi seolah-olah sudah hendak melakukan pemasangan di lapangan, ya? Kita akan melakukan pemasangan di arboretum kantor kita. Kira-kira apa hewan yang kemungkinan bisa tertangkap di sana? Kita tentukan satwanya."
"Kucing!" seru saya, mengingat di kantor banyak sekali kucing liar dan kemungkinan mereka untuk jalan-jalan ke arboretum pasti ada.
Oya, sebelum lanjut, teman-teman tahu apa itu arboretum, kan? Arboretum menurut KBBI adalah tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Di halaman depan kantor saya memang ada arboretum yang biasa disebut juga hutan buatan/hutan mini.
"Boleh, kita mau menangkap gerakan kucing, ya. Sekarang silakan disetting kamera trapnya."
Baterai yang tersedia hanya cukup untuk dua kamera trap. Sebenarnya kamera trapnya mas Uyab banyak, tapi memang sengaja untuk praktik ini kami isi baterai dua kamera trap saja. Di samping irit baterai, juga mengantisipasi keamanan. Benar arboretum kami terletak di dalam pagar, namun pagar itu berbatasan dengan jalan raya yang cukup ramai dan juga pangkalan ojek, sementara arboretum kan tidak mungkin diawasi sepanjang hari.
Mas Dino dan mbak Titi mulai mengisi baterai dan mensetting kamera. Saya ngintip pengaturan kamera yang dilakukan mbak Titi.
Setelah selesai diatur, mas Uyab bertanya, "Mengapa kita perlu melakukan setting menu kamera trap sebelum berangkat ke lapangan?"
"Untuk menghemat waktu di lapangan nanti?" tanya saya.
"Apa lagi yang lebih krucial?"
"Memastikan semua fitur berfungsi dengan baik?" tanya mas Dino.
"Itu juga benar, ada satu lagi, apa?" tanya mas Uyab lagi.
Lalu mas Uyab menjawab sendiri, "Untuk menghindari eror atau kesalahan. Pada kondisi real di lapangan, jarak antara site dengan titik random itu jauh. Belum lagi kalau medannya sulit, karena kita ngomongin habitat satwa liar yang hutan atau pegunungan. Sampai di titik sampel dan dalam kondisi capai, untuk melakukan setting dari awal itu adalah sesuatu yang butuh konsentrasi. Beda kalau semua sudah kita setting dari awal, dan tinggal ngecek saja saat memasang nanti."
Oooh, kami pun manggut-manggut.
"Baik, sudah siap semua? Ayo kita let's go ke arboretum."
Sebelum berangkat, kami menekan tombol off pada kamera trap. Kamera harus dimatikan untuk menghemat baterai, karena jarak dari site ke lokasi biasanya jauh. Selain itu jika kamera on dan motion test sudah diokekan, maka dalam perjalanan kamera akan 'bekerja' merespons gerakan dan panas. Akibatnya data akan penuh dengan gambar-gambar tak bermakna akibat kelalaian kita.
Dalam perjalanan ke arboretum, mas Suher muncul dan bergabung dalam rombongan.
Sesampai di arboretum, mas Uyab menyilahkan kami untuk memilih pohon yang paling tepat sebagai tempat memasang kamera trap untuk menangkap pergerakan kucing yang diasumsikan sering hang out di arboretum, haha.
Saya langsung menemani mbak Titi mencari tanah yang agak datar dan pohon yang tepat.
Bagaimana kalau di sini? Atau di sana? Ah, pohon ini terlalu besar, yang itu terlalu kecil. Ah, kalau di sini tepat berhadapan dengan sinar matahari, nanti mengganggu respons suhu. Blablabla...
Setelah berdiskusi secukupnya, kami memilih pohon dan memasang kamera trap dengan kuat. Saat itu mas Dino juga sudah selesai memasang di bagian lain arboretum, lalu menghampiri kami bersama mas Uyab.
"Coba, Din. Dari pemasangan mbak Titi dan mbak Indah, silakan kamu bertanya, mengapa dipasang di situ, atau tanyakan apa saja, deh," ucap mas Uyab pada mas Dino.
Kami berdialog beberapa saat, kemudian mas Dino menyebutkan hal yang krucial yang belum kami berdua lakukan.
"Sudah mengetes luas jarak pandang kamera, kan?" tanya mas Dino.
Hah? Itulah yang belum kami lakukan selain sibuk memperkirakan sinar matahari akan mengganggu kamera apa tidak.
Jadi pada menu 'motion test' seharusnya diklik OK, barulah kamera bekerja mengeluarkan signal (lampu merah berkelip di kanan atas) setiap ada trigger gerakan atau panas.
Mbak Titi mengulang mengeset menu, lalu menekan tombol OK pada menu motion test. Mas Dino membantu mengetes gerakan di area depan kamera.
"Selain itu ada yang krucial lagi yaitu ini," mas Uyab mengacungkan tangannya yang memegang buku. Bukunya mbak Titi.
"Ini tidak boleh tercecer dan harus selalu dipegang oleh si peneliti untuk mencatat check list apa yang sudah dan belum dilakukan."
Mbak Titi nyengir.
"Nggak papa, kesalahan ini untuk mengingatkan, latihan berikutnya harus lebih baik," ucap saya menyemangati mbak Titi.
Karena kami memasang kamera trap agak di tengah, mas Uyab meminta kami memindahkan di tempat lain yang lebih dekat lapangan (arboretum kami bersebelahan dengan lapangan volley di kantor), agar lebih aman, tidak terlalu dekat ke pagar.
Kali ini mbak Titi memasang ulang kamera trap dan meminimalkan kesalahan. Pak Andra juga bergabung membantu mengikat kamera trap pada pohon kedua.
Kesalahan itu hal biasa yang terjadi pada saat kita melakukan hal baru. Pengalaman akan membuat kita terbiasa dan kemudian menjadi ahli dengan sendirinya setelah melakukan hal yang sama secara berulang-ulang.
Ketika mbak Titi selesai memasang kamera, mas Bayu mengingatkan untuk pemasang kamera selalu selfie (berdiri atau duduk sejajar kamera kelihatan wajah, bisa juga sambil membawa buku/papan data), sebelum meninggalkan kamera. Gunanya adalah memastikan siapa yang memasang dan melepas kamera nanti. Jadi saat melepas kamera juga harus selfie sekali.
Kita bicara tentang puluhan dan mungkin ratusan data. Saat nanti mengolah data, data-data berupa gambar, video, dan suara tersimpan dalam memory card yang sangat banyak dan akan memusingkan kepala. So, pelabelan pada memory card, pada kamera trap, dan selfie di awal dan akhir tangkapan kamera, adalah beberapa identitas yang nantinya akan membantu peneliti untuk mengolah data dan tidak overlap antara data yang satu dengan yang lain. Antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain.
Kami masih berbincang-bincang di tepi arboretum membahas semua hal terkait dengan penelitian satwa liar. Setelah mengabadikan beberapa gambar, saya pamit duluan kembali ke ruangan, karena anak saya sudah saatnya berangkat ke sekolah (tadi dia ikut ke kantor dulu karena jam masuknya agak siang).
Pelajaran kali ini sangat bermakna. Mungkin tidak akan ada kesempatan saya ke depan untuk bersinggungan langsung dengan kegiatan yang menggunakan kamera trap, namun belajar tentang hal itu sama sekali tidak ada ruginya. Minimal sekadar tahu saja bahwa di dunia ini ada alat bernama kamera trap yang sangat berguna dalam penelitian pengamatan satwa liar.
Terakhir saya ucapkan sekali lagi terima kasih pada mas Uyab yang sudah memberikan kesempatan untuk ikut belajar. Menjadi orang yang cerdas itu biasa, tapi menjadi orang cerdas yang murah hati, itu baru luar biasa.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H