Kabupaten Bulukumba terkenal dengan pantai-pantainya yang cantik. Salah satu pantai yang dikunjungi banyak wisatawan adalah Pantai Apparalang. Pantai ini unik karena bukan pantai yang berupa hamparan pasir, namun berupa tebing-tebing dengan nuansa biru kehijauan warna air laut yang indah.
Perjalanan kegiatan kantor yang pernah saya ceritakan sebelumnya, sampai di Desa Ara, di lokasi yang sangat dekat dengan Apparalang.Â
Narasumber yaitu ketua kelompok tani hutan yang kami wawancara mengatakan bahwa ia adalah salah satu pengelola Apparalang dan menyilakan kami berkunjung. Sayang sudah jauh-jauh sampai ke Desa Ara, kalau tidak singgah ke Apparalang.
Baiklah, akhirnya saya memutuskan untuk singgah menjejakkan kaki di Apparalang.Â
Dari lokasi persemaian yang kami datangi, kami menggunakan kendaraan ke Apparalang tak sampai 5 (lima) menit. Lokasi tepatnya Apparalang adalah di Desa Wisata Ara, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba.Â
Jika menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat, dapat ditempuh selama 20 menit dari arah Pantai Tanjung Bira atau 60 menit dari pusat kota Bulukumba.
Turun dari kendaraan kami melewati jalan masuk yang di kanan kirinya banyak pepohonan dan juga deretan warung makanan. Saya sempat memotret papan peringatan di depan pintu masuk area wisata.
Pada papan peringatan tertera bahwa pengunjung dilarang membawa minuman keras, senjata tajam, narkoba dalam bentuk apapun; pengunjung dilarang berenang di laut apabila cuaca buruk dan badai; anak-anak perlu pengawasan dari orang tua; arahan untuk mengutamakan keselamatan diri dan keluarga; serta pernyataan bahwa pihak pengelola tidak bertanggungjawab, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tak jauh dari pintu masuk, kami melewati masjid yang didesain cantik berdinding kayu. Tapi kami tidak sempat singgah karena belum masuk waktu salat, sehingga kami tidak tahu apakah air untuk wudhu tersedia dengan cukup di sana.
Saya menemukan beberapa tulisan apparalang dan desa wisata Ara dan mengambil foto di sana sebelum masuk ke area wisata.
Setelah berfoto di dekat tulisan Apparalang, saya melewati papan pengumuman bahwa pinisi merupakan warisan budaya tak benda. Sebenarnya bukan pinisinya ya, melainkan seni membuat perahu pinisi-lah yang didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda.Â
Mengapa ada penanda pinisi di Apparalang? Ternyata ada dermaga yang ujungnya adalah kapal pinisi yang sengaja dibuat untuk spot foto. Saya dan teman segera berfoto di sana.
Sayangnya waktu itu mendekati zuhur sehingga agak panas. Sebenarnya jika pagi atau sore-sore tentu menyenangkan duduk-duduk di dalam pinisi sambil merasakan angin laut membelai tubuh.
Pemandangan tebing dan bebatuan di bawahnya sangat menyegarkan mata. Warna lautnya begitu jernih biru kehijauan membuat hati ingin nyemplung saja, untung masih ingat ada pekerjaan menunggu, jadi kami tak bisa berlama-lama.
Di Apparalang ada juga yang disebut spot tangga, yaitu tangga dari kayu yang dapat dipakai untuk turun ke bawah dan di bawah itu ada semacam dermaga kecil dengan view laut lepas dan tebing.Â
Pasti bagus sekali kalau berfoto di sana, namun saya dan teman tak punya nyali untuk menuruni tangga karena modelnya sangat curam sehingga harus berhati-hati jika nekad ingin menuruninya.
Setelah puas mengambil gambar kami segera balik, namun rasa lapar membuat kami memutuskan untuk singgah di warung-warung yang berjajar di jalan masuk dan keluar area wisata.Â
Warung-warung itu tidak menjual makanan berat. Kami hanya makan mie instan, pisang goreng, bakwan, dan minum kopi. Setelah mengganjal perut, kami pun melanjutkan perjalanan kami ke tujuan awal.
Sampai jumpa Apparalang, biru-hijau warna lautmu telah menggugah hati kami. Semoga kelak kita berjumpa lagi dalam acara liburan yang sebenarnya, sehingga ada waktu panjang untuk mengeksplormu lebih jauh.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H