Selain foto-foto yang menarik perhatian, di dalam rumah makan juga terdapat dua televisi yang digunakan untuk memutar video lagu-lagu Nike Ardilla. Jadi sambil makan kita dihibur suara merdu Nike, dan juga sosoknya yang manis sedang berdendang. Selain televisi, terdapat pula beberapa manekin yang memakai baju-baju mirip yang pernah dipakai Nike semasa hidupnya.Â
Owner rumah makan juga memajang koleksi kaset-kaset Nike Ardilla pada zamannya. Saya tidak sempat mencermati satu per satu, namun sepertinya koleksinya lumayan lengkap, baik album tunggal Nike maupun album keroyokan yang berupa 20 lagu terbaik atau album semacam itu.
"Dia betul-betul masih dikenang dengan baik, ya?" ucap teman sambil mengamati sekeliling.
"Ya, karena ia wafat di saat sedang moncer-moncernya. Ditambah attitudenya bagus, tidak pernah ada berita miring, jadi penggemarnya sangat kehilangan dan sangat terkenang," balas saya mencoba menganalisis.
Pesanan datang dan kami makan dengan tenang. Menurut saya rasa masakannya enak dan harganya relatif murah. Makan bertiga hanya membayar Rp133.100 saja. Selain di Makassar, rumah makan yang sama juga ada di Wonomulyo, Polewali Mandar, salah satu kabupaten di Sulawesi Barat.
Makanan di piring dan minuman di gelas sudah licin tandas, saatnya kami harus pulang meninggalkan rumah makan. Setelah membayar kami segera pergi diiringi suara Nike yang merdu. Seberkas cahaya terang, menyinari hidupku, sebening embun-embun di pagi hari, dambaan insan di dunia ini...**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H