Sambil berjalan pelan menuruni tangga dan kadang naik -- maklum kampung ini sebenarnya ada di bantaran sungai yang lanskapnya kadang curam kadang landai, naik turun seperti di perbukitan.Â
Gangnya nggak lebar, yang jelas nggak boleh mobil masuk dan memang nggak bisa juga ya karena nggak kondusif dan wisatanya kan memang harus jalan kaki.
Sambil berjalan pelan, tak lupa kami mengambil beberapa foto, mengabadikan perjalanan kami di Kampung Warna-Warni.
Kami melewati rumah-rumah dan kadang ada penghuninya sedang bercengkrama di luar rumah, tapi mereka seperti tidak terganggu kami lewat-lewat dan melihat-lihat kanan kiri. Mereka seperti sudah terbiasa menjadi obyek dilihat-lihat orang.Â
Tak heran, pengembangan kampung Jodipan menjadi Kampung Warna-Warni sudah dimulai sejak 2016. Jadi saat kami melewati kampung tersebut, mereka sudah enam tahun menjadi obyek wisata secara tidak langsung.
Enam tahun itu waktu yang cukup panjang, tak heran di sana-sini, warna cat yang menghiasi dinding maupun atap rumah warga, sudah banyak yang pudar. Mungkin sudah waktunya pengecatan ulang. Walaupun dilihat langsung warna cat banyak yang pudar, namun kami dapat mengambil gambar yang cukup bagus-bagus.
Inisiator dari pengembangan Kampung Warna-Warni ini adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang bekerja sama dengan perusahaan cat.Â
Upaya mereka untuk membuat kawasan bantaran sungai ini menjadi menarik dan enak dilihat, mendapat sambutan hangat dari walikota waktu itu yaitu Abah Anton, sehingga pada tahun 2017, Kampung Warna-Warni diresmikan menjadi salah satu obyek wisata Kota Malang.
Selain Kampung Warna-Warni, setelah melewati jembatan penyeberangan, ada juga yang dinamakan Kampung Tridi. Di Kampung Tridi konsepnya lain lagi.Â