Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

MengASIhi untuk Selamanya

12 Oktober 2022   17:25 Diperbarui: 14 Oktober 2022   01:01 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi MengASIhi untuk Selamanya (Pexels/Dominika Roseclay)

Pengalaman MengASIhi Selamanya

Berbicara tentang Air Susu Ibu (ASI) pasti sebagian besar ibu akan mengingat tentang masa-masa intim bersama buah hati. Masa di mana bayi sangat bergantung pada asupan bergizi yang diberikan langsung penuh kasih skin to skin.

Melalui artikel ini saya akan menceritakan pengalaman saat saya memberikan ASI pada anak sulung saya, yang qadarullah usianya tidak panjang -- sudah saya ceritakan di sini.

Kelahiran Naufal sangat membahagiakan saya, suami, dan tentu keluarga besar kedua belah pihak. Sebagai ibu anyaran, saya berusaha memberikan yang terbaik untuk buah hati walaupun tentu saja masih nol pengalaman. Karena orangtua saya tinggal di Kota Malang dan saya tinggal di Makassar, maka yang mendampingi saya mengurus si kecil adalah mama mertua.

Alhamdulillah ASI saya banyak, dan Naufal juga kuat minum ASI. Katanya begitu kalau bayi lelaki.

Qadarullah, Naufal tidak bisa mengisap susu dari dot. Dia lebih suka kalau mengisap langsung dari payudara ibunya. Saat saya harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan, mertua saya yang menunggui anak di rumah, kewalahan memberikan ASI/sufor melalui dot/botol.

Ilustrasi MengASIhi untuk Selamanya (Pexels/Dominika Roseclay)
Ilustrasi MengASIhi untuk Selamanya (Pexels/Dominika Roseclay)

Biasanya saya memang memompa ASI dan meninggalkan di rumah untuk diberikan pada bayi. Saat jam istirahat saya akan pulang ke rumah untuk istirahat makan siang sekaligus menyusui karena jarak rumah dan kantor tidak terlalu jauh (dua km).

Waktu itu dalam jarak 100 meter menjelang sampai di rumah, sering terdengar Naufal sudah nangis kelaparan menunggui ASInya.

Kemudian saya menyarankan mertua untuk menyendoki saja ASI/sufor yang saya tinggalkan di rumah. Setelah disendoki, anak saya tidak rewel lagi. Ia memang tidak suka dot dan sudah terbiasa dengan sendok karena sejak umur satu bulan harus mengonsumsi obat memakai sendok akibat penyakit yang ia derita.

Menjelang usia 4 bulan, Naufal muntah-muntah. Tiap saya susui, muntah. Akhirnya saya membawanya ke rumah sakit.

Karena selalu muntah, dokter melarang saya menyusuinya. Naufal memeroleh asupan nutrisi dari infus. Dua malam saya meriang karena payudara saya bengkak akibat tidak diisap oleh bayi, dan akhirnya harus saya pompa untuk mengurangi rasa nyeri.

Nyeri di payudara berkurang, namun nyeri dalam hati makin menjadi-jadi melihat Naufal tergolek tak berdaya.

Setelah 4 malam di rumah sakit, Naufal meninggal dunia. Dia meninggal saat maghrib. Malamnya saya masih memompa ASI dan menyimpannya di botol.

Keesokan harinya saat tiba waktu pemakaman, saya ikut ke makam, dan menyiramkan ASI ke kuburan anak saya. Dengan demikian, saya seolah mengASIhi untuk selamanya, sampai akhir hayat Naufal.

Pesan-Pesan MengASIhi buat Ibu Baru

Pesan saya buat para ibu baru, berikanlah ASI semaksimal mungkin untuk anakmu. Kita nggak tahu, sampai kapan kita bisa memberikan ASI.

Bisa jadi ibu dan anak sehat dan mampu menjalani imbauan pemberian ASI eksklusif 6 bulan dan menyapih setelah 2 tahun; namun bisa juga semua tidak dapat dilakukan karena ibu atau anak keburu dipanggil Tuhan, sebab mati itu tidak menunggu tua, tapi bisa kapan saja.

Memberikan ASI semaksimal mungkin dapat memperkuat bonding atau ikatan antara ibu dan anak, hingga si anak dewasa nanti.

Pesan-Pesan MengASIhi buat Pemerintah

Pesan buat pemerintah, lima tahun pertama dalam hidup anak-anak itu adalah golden time di mana mereka tumbuh dan berkembang. Precious moment tentu saja saat pemberian ASI. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan akan berhasil jika ibu diberikan kesempatan untuk istirahat selama masa menyusuinya.

Cuti melahirkan 3 bulan sudah tidak cukup lagi. Tambahkan cuti buat ibu sehingga ia dapat menyelesaikan masa ASI eksklusif dengan baik. Saya mendukung jika cuti untuk ibu melahirkan diberikan sebanyak 6 bulan sejak hari kelahiran bayi. Semoga bisa demikian.

Faktanya tidak semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif untuk bayi mereka. Ada yang karena ketidaktahuan, tidak dapat menstimulasi keluarnya ASI hingga kemudian ASI tidak berproduksi. Padahal dengan stimulasi yang tepat, seorang ibu dapat menyediakan ASI cukup untuk bayinya.

Ada pula karena kesibukan. Ibu dengan kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik, mungkin harus bekerja di sektor informal secepat mungkin setelah melahirkan sehingga pemberian ASI eksklusif tidak dapat dilakukan.

Maka para ibu pejuang ASI yang berhasil melewati 6 bulan pertama dengan memberikan ASI eksklusif untuk bayinya, perlu diberikan reward. Dalam hal ini pemerintah dapat membuat skema sehingga ibu-ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif untuk bayinya dapat menerima insentif.

Dengan adanya insentif, para ibu merasa dihargai. Ibu akan merasa yang tadinya menyusui karena kewajiban, kini memahami bahwa menyusui itu adalah hal istimewa dan perlu dan juga sangat didukung oleh pemerintah. Menyusui berarti mensukseskan program pemerintah.

Insentif juga akan berguna buat ibu yang bekerja di sektor informal. Pekerjaan di sektor informal tentu tidak memberikan cuti melahirkan yang layak. Adanya insentif misalnya berupa BLT, akan membuat ibu dapat berada di rumah lebih lama untuk mengASIhi bayinya tanpa dipusingkan oleh keharusan cepat-cepat kembali mencari nafkah membantu perekonomian keluarga.

Jika banyak bayi-bayi Indonesia mendapatkan ASI eksklusif dari bundanya, maka hal tersebut merupakan langkah pencegahan stunting yang utama.** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun