Hobi Membaca Warisan dari Orang Tua
Sejak kecil, jika ditanya mengenai hobi, saya selalu menjawab bahwa hobi saya adalah membaca. Jawaban itu bukan jawaban 'ngasal' karena bingung tidak tahu mau menjawab apa, tapi memang benar-benar saya suka membaca.Â
Orang tua saya waktu itu menyediakan fasilitas bacaan buat anak-anaknya. Kami berlangganan majalah Bobo, Hai, Femina, dan Koran Suara Merdeka (saat kami tinggal di Kota Semarang). Walaupun usia saya waktu itu masih kecil (usia SD) dan seharusnya hanya membaca Bobo, tapi karena suka membaca, saya juga ngintip majalah Hai yang dibaca kakak, membaca Femina yang dibaca mama saya.Â
Kalau koran hanya sesekali saya buka. Biasalah anak kecil, kurang suka dengan tampilan koran yang minim gambar dan dominan tulisan kecil-kecil.
Selain menyediakan aneka majalah, orang tua kami tidak pelit membelikan aneka bacaan. Mulai dari komik, cergam, novel anak, semua kesukaan kami dibelikan.Â
Kalau saya pikir-pikir sekarang, orang tua kami memang termasuk 'gila' membaca, dan itu diwariskan kepada saya dan kakak-kakak saya dengan sangat baik.
Kami lima bersaudara dan kalau dilihat sekarang ini, kakak pertama saya (perempuan) mengoleksi banyak buku di rumahnya dan masih membeli buku (dan juga menulis). Anak-anaknya juga doyan membaca. Saya senang bila mudik ke Kota Malang dan main ke rumah kakak, pasti akan saya kepoin koleksi buku-bukunya. Mayoritas buku karya bang Tere Liye saya baca dengan modal pinjam saja ke kakak saya ini.
Kakak kedua saya (laki-laki) sudah tidak terlalu sering terlihat membaca buku (fisik), tapi dia membaca informasi-informasi tentang dunia Islam melalui gadget.Â
Kakak kedua saya memang yang paling religius di antara kami berlima. Saat kuliah, ia senang membaca majalah Sabili, majalah Islami yang sering dibaca mahasiswa pada zamannya.
Kakak ketiga saya (laki-laki), karena kesibukan pekerjaan, sekarang ini juga sudah jarang membaca buku (fisik). Saya juga kurang tahu apa yang sering ia baca melalui gadgetnya.Â
Dulu saat ia remaja dan kami sudah tidak berlangganan majalah lagi, kakak ketiga saya ini paling gemar meminjam buku di taman bacaan. Kalau dia pinjam, saya dan kakak keempat saya ikutan baca. Kakak ketiga saya inilah yang menularkan kesukaan membaca Kho Ping Ho dan komik jepang pada kami berdua.
Kalau sudah baca Kho Ping Ho dan komik jepang yang berjilid-jilid, rasanya tidak mau berhenti sebelum tamat. Komik jepang yang saya ingat pernah saya baca adalah serial Kung Fu Boy atau Chin Mi.
Kakak keempat saya (perempuan), suka membaca sampai sekarang. Kebetulan suaminya juga doyan baca. Mereka berdua masih sering membeli buku dan kadang kami membahas buku yang dibelinya.
Jadi di antara lima bersaudara, memang yang perempuan-perempuan saja sekarang ini yang masih sering membaca dan membeli buku fisik.Â
Saya sendiri masih membaca, menulis, membeli buku, bahkan sekarang berjualan buku baik buku anak maupun buku umum.
Bagaimana Cara Mewariskan Hobi Membaca Pada Anak Kita?
Ternyata orang tua saya cukup sukses dalam mewariskan hobi membaca pada saya dan kakak-kakak saya. Padahal kalau saya pikir-pikir, tidak ada faktor kesengajaan. Mungkin orang tua saya terutama papa, hanya ingin menyampaikan secara tidak langsung bahwa, "Membaca itu asyik, lho!"
Cara mewariskan hobi membaca ala papa saya juga cukup sederhana dan tidak neko-neko:
1. Menyediakan bacaan di rumah dengan berlangganan majalah
2. Membeli buku-buku secara rutin, termasuk menjanjikan hadiah buku jika putra-putrinya ada yang berprestasi
Untuk kasus Tahun 1980-an, memang upaya yang dilakukan oleh orang tua saya tersebut sudah sangat cukup. Saat itu memang era majalah dan koran fisik sedang jaya-jayanya.Â
Jadi barangnya ada, harganya pun relatif terjangkau. Sekarang ini kalau cara orang tua saya itu akan saya tiru, tentu susah karena majalah (fisik) sudah banyak yang collaps.Â
Saat itu, membaca merupakan aktivitas yang sangat seru untuk mengisi waktu luang, karena tidak ada godaan untuk melakukan hal lain.Â
Sekarang, membaca dikalahkan oleh aktivitas anak-anak menonton you tube, medsos-an, main game, atau nonton drakor. Bahkan saya pun yang mengaku hobi membaca, mengakui bahwa durasi nge-drakor saya lebih panjang daripada membaca buku.Â
Dengan kata lain, di era digital ini, tantangan untuk mewariskan hobi membaca pada anak-anak kita semakin syuliiit, karena banyak distraksi.
Saya sudah melakukan apa yang pernah dilakukan oleh orang tua saya. Saya berlangganan majalah (Bobo) sekitar tahun 2018 kemarin (sekarang sudah tidak lagi), dan berusaha rutin membawa anak-anak ke toko buku Gramedia untuk membaca dan membeli buku.Â
Waktu kami tinggal di Jogja (2010 - 2015), kebetulan kami tinggal di dekat toko buku, yaitu Social Agency. Kalau ke toko tersebut hanya jalan kaki tidak sampai lima menit. Jadi aktivitas jalan-jalan ke toko buku merupakan aktivitas yang cukup sering dilakukan oleh anak-anak saat itu.
Saat tinggal di Makassar, sempat ada Gramedia di mal yang cukup dekat rumah, sayangnya sejak covid, stand Gramedia itu tutup. Kami harus menempuh perjalanan cukup jauh jika ingin ke Gramedia yang terletak di pusat kota Makassar. Jadi anak-anak jarang ke toko buku.
Anak saya yang sulung (perempuan) sekarang kelas 3 SMA dan ia kadang membeli buku berupa novel-novel tebal. Walaupun dia sangat aktif dengan gadgetnya, tapi kegemarannya membaca juga masih cukup besar.
Anak kedua (laki-laki) sekarang kelas 2 SMP, sudah tidak mau beli buku kalau diajak ke Gramedia. Paling hanya lihat-lihat saja. Kadang-kadang saya lihat dia masih mengulang membaca koleksi komiknya. Tapi si tengah ini memang lebih suka main game di ponselnya daripada membaca.
Anak ketiga (perempuan) sekarang kelas 6 SD, juga keranjingan dengan gadgetnya, tapi walaupun demikian ia masih sering bertanya kapan kami mau mengajaknya ke toko buku lagi. Ia juga masih membeli buku jika diajak ke Gramedia.
Tantangan yang Berat
Tantangan dalam mewariskan hobi membaca untuk anak memang berat. Saingannya adalah ragam 'hiburan' di gadget. Walaupun sulit, tapi bukannya tidak bisa. Yang penting kita tidak putus asa.
Selain dua cara yang sudah dilakukan oleh orang tua saya dan sudah saya contoh yaitu menyediakan bacaan dan membelikan buku secara rutin, saya merasa harus ada effort lebih agar anak tertarik membaca. Bahkan kalau perlu ada unsur paksaan.
Misalnya kita bisa membelikan buku yang menarik dan sesuai dengan minat anak kita, lalu ikutlah membaca buku tersebut bersama anak. Ikut membaca dan menunjukkan hal-hal menarik dalam buku tersebut.
Selain itu, kita bisa juga menetapkan jam membaca buku setiap hari atau seminggu sekali atau kapanpun sesuai kebutuhan. Misalnya setiap hari setelah mengaji saat maghrib, anak-anak harus membaca satu halaman buku cerita yang mereka miliki. Syukur-syukur bisa menceritakannya kembali.
Kalau Anda, bagaimana cara mewariskan hobi membaca pada anak-anak? Mari berbagi kiat di kolom komen.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H