Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perpustakaan yang Terabaikan

10 September 2022   09:10 Diperbarui: 10 September 2022   09:21 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan yang Terabaikan (Sumber: Pexels/Min An)

Kini kantor kami masih berlangganan koran, tapi pembaca setianya hanya tinggal pak Acok, yang sejak dulu gemar mojok membaca koran berlama-lama. Pak Acok adalah salah satu staf kepegawaian. 

Ya, mungkin semua orang sudah membaca berita online dan merasa tidak perlu membaca koran, tapi menurut saya, teman-teman tidak membaca koran lagi karena letak perpustakaan yang kurang strategis. Ia ada di ujung di mana semua pegawai mungkin merasa malas melangkah lagi ke sana setelah masuk ke ruangan masing-masing.

Kadang-kadang orang datang ke perpustakaan untuk berdiskusi, mengerjakan tugas, atau rapat zoom terbatas karena ruangan perpustakaan sepi. Tapi itupun sekarang tidak dapat dilakukan dengan nyaman karena AC di ruang perpustakaan sering mati. Dua AC dinding yang sebelumnya terpasang, juga sudah dipindah entah kemana sejak tukar menukar ruangan.

Baru-baru ini saya sengaja membawa laptop dan berkas kerja saya, dan bermaksud bekerja dalam waktu yang cukup lama di perpustakaan. Lebih dari tiga jam saya di dalam perpustakaan, bersama dua orang petugasnya yang duduk di depan laptop masing-masing. AC sedang rusak dan salah satu petugas perpus, Mbak Darma, membukakan pintu samping di dekat tempat saya duduk agar angin masuk dan mengurangi hawa panas di dalam ruangan. 

Tidak ada satu pun orang yang masuk. Tidak ada aktivitas pinjam atau mengembalikan buku seperti layaknya sebuah perpustakaan. Ini seolah hanya ruangan dengan banyak rak tinggi penuh buku-buku yang harus dijaga.

Setelah duhur, salah seorang staf kepegawaian datang mengantarkan dua orang pekerja yang akan memperbaiki AC. Lalu saya pamit kembali ke ruangan saya yang ada di ujung timur gedung.

Dengan perpustakaan, saya telah dipisahkan sejauh barat-timur. Saya tak bisa lagi sering-sering mengunjunginya. Meski ia tak dingin dan tenang seperti dulu, sebenarnya berada di dekat buku-buku sumber miliaran kalimat membuat hati saya senang.

Perpustakaan terabaikan bukan karena kantor sudah berubah tusi, atau karena sudah tidak ada peneliti lagi. Ternyata di akhir tulisan ini saya baru menyadari bahwa perpustakaan terabaikan karena memang tak ada lagi orang-orang yang mencintai buku dan literasi di kantor kami. Tidak ada yang menganggap itu penting. Tidak ada yang peduli. Maka, sayonara -- dengan patah hati.**

               

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun