Baru sepuluh menit duduk, dua orang kru kereta tiba-tiba datang.
"Bu, nggak boleh duduk di lantai, ya. Mengganggu penumpang yang lain."
"Aduh, saya capek, Pak," keluh Nur sambil berdiri pelan-pelan. Saya juga ikut berdiri. Wah, malu juga ditegur petugas.
Pak petugas mencarikan tempat duduk dan menyilakan Nur duduk ketika seorang lelaki bersedia berdiri.Â
Saya tidak dicarikan tempat duduk, terpaksa harus berdiri lagi. Baru setelah tiga atau empat stasiun, beberapa orang turun dan saya bisa duduk dengan tenang.Â
Dari tempat duduk saya, terlihat tulisan di pintu kereta "Dilarang Duduk di Lantai."
Oalahh ... ternyata memang tidak boleh duduk di lantai! Beginilah kalau sok tahu, hahaha.
Oya, terlepas dari harus siap berdiri jika naik KRL, perjalanan Yogya -- Solo menggunakan moda kereta ini cukup menyenangkan. Aman dari kemungkinan macet, dan kondisi kereta juga cukup bersih.
Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam, melewati 11 stasiun yaitu stasiun Tugu, Lempuyangan, Maguwo, Prambanan, Srowot, Klaten, Ceper, Delanggu, Gawok, Purwosari, dan terakhir Solo Balapan yang mengilhami Didi Kempot mengarang lagu Stasiun Balapan.
Kami berhenti di stasiun Solo Balapan dan melanjutkan perjalanan ke rumah Nur dengan mengendarai becak. Sebelumnya kami makan dulu di sebuah warung di seberang stasiun.Â
Alhamdulillah ... jelang sore kami sampai dengan selamat di Kota Solo. Naik becak duduk berdua sambil Nur tak henti-henti menjelaskan jalan yang kami lewati menuju Tipes, daerah tempat tinggal Nur.