Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Puasa dan Merasakan Lapar

20 Februari 2022   21:21 Diperbarui: 20 Februari 2022   21:22 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Puasa dan Merasakan Lapar (Sumber: Pexels/Cottonbro)


Tak terasa kita sudah bergerak mendekati ramadhan lagi. Suami saya menanyakan tentang utang puasa si bungsu (kelas 5 SD), karena bungsu sudah baligh dan harus membayar puasa yang ditinggalkan saat ramadhan lalu.

Saya memastikan pada anak saya dan ternyata ia harus membayar 7 hari puasa. Karena kasihan jika ia berpuasa saat hari sekolah, maka saya mengajaknya puasa tiap Sabtu dan Minggu.

Hari Minggu ini anak saya berpuasa. Saya pun berpuasa menemaninya.

Saya sudah pasang alarm jam 4 pagi dan menggoreng telur untuknya sahur. Ia makan sendirian sementara saya minum segelas air hangat, lalu duduk di kamar yang terbuka, mengecek Kompasiana.

Ketika hampir selesai makan, anak saya menoleh dan bertanya.

"Mama tidak makan?"

Saya bergeser duduk di dekatnya. Sebenarnya sempat terlintas niat untuk tidak puasa karena utang puasa saya sudah terbayar jauh hari. Tapi demi mendengar pertanyaan anak saya, seolah ia ingin ditemani makan, ditemani puasa sehari.

"Mama malas makan. Sudah minum air," sahut saya pendek sambil mengubah niat dalam hati. Saya berniat puasa menemani anak saya.

Walaupun puasa, tentu saja saya masih memasak paginya untuk suami dan anak laki-laki saya. Tidak masalah karena sudah tugas saya sebagai tukang masak dalam keluarga.

Saya masak tumis kangkung labu, goreng ikan, dan sambal tomat. Plus telur ceplok untuk anak jagoan saya yang kurang suka makan ikan.

Pukul 10.20 saya mulai merasakan serangan lapar. Saya hanya menikmati rasa menggigit di perut saya sambil memikirkan bahwa saya sangat beruntung.

Saya lapar, tapi saya nanti maghrib dapat berbuka dengan berbagai penganan yang ada di rumah.

Saya bisa membuat teh hangat, memotong-motong buah naga atau pepaya, menggoreng ikan belanak yang gemuk yang tadi pagi saya beli dari tukang ikan. Saya bisa meracik sup bakso dengan bahan-bahan yang ada di kulkas. Saya bahkan bisa membuat kue bolu karena semua bahan ada.

Ketika merasa seberuntung itu, maka rasa lapar yang saya rasakan menjadi tak berarti.
Mungkin di luar sana banyak orang yang lebih lapar dari saya dan tidak punya apa-apa untuk dimakan.

Sambil berdoa agar orang yang kelaparan di luar sana mendapatkan sepiring nasi dan lauk untuk dimakan, saya meneruskan puasa. Sampai maghrib pasti kuat. Demikian juga si bungsu, pasti kuat dengan puasanya hari ini. InsyaAllah.**

Catatan:

Alhamdulillah kami berdua kuat berpuasa sampai maghrib. Yuk, yang belum bayar utang puasa, segera dibayar, yaa...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun