Tak terasa kita sudah bergerak mendekati ramadhan lagi. Suami saya menanyakan tentang utang puasa si bungsu (kelas 5 SD), karena bungsu sudah baligh dan harus membayar puasa yang ditinggalkan saat ramadhan lalu.
Saya memastikan pada anak saya dan ternyata ia harus membayar 7 hari puasa. Karena kasihan jika ia berpuasa saat hari sekolah, maka saya mengajaknya puasa tiap Sabtu dan Minggu.
Hari Minggu ini anak saya berpuasa. Saya pun berpuasa menemaninya.
Saya sudah pasang alarm jam 4 pagi dan menggoreng telur untuknya sahur. Ia makan sendirian sementara saya minum segelas air hangat, lalu duduk di kamar yang terbuka, mengecek Kompasiana.
Ketika hampir selesai makan, anak saya menoleh dan bertanya.
"Mama tidak makan?"
Saya bergeser duduk di dekatnya. Sebenarnya sempat terlintas niat untuk tidak puasa karena utang puasa saya sudah terbayar jauh hari. Tapi demi mendengar pertanyaan anak saya, seolah ia ingin ditemani makan, ditemani puasa sehari.
"Mama malas makan. Sudah minum air," sahut saya pendek sambil mengubah niat dalam hati. Saya berniat puasa menemani anak saya.
Walaupun puasa, tentu saja saya masih memasak paginya untuk suami dan anak laki-laki saya. Tidak masalah karena sudah tugas saya sebagai tukang masak dalam keluarga.
Saya masak tumis kangkung labu, goreng ikan, dan sambal tomat. Plus telur ceplok untuk anak jagoan saya yang kurang suka makan ikan.