Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Menjalani Takdir, Hilangkan Sifat Baperan dan Sifat Selalu Ingin Dihargai

19 Februari 2022   14:25 Diperbarui: 19 Februari 2022   14:27 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidup Menjalani Takdir, Hilangkan Sifat Baperan dan Sifat Selalu Ingin Dihargai (Sumber: Pexels/Yan Krukov)


Kehidupan yang kita jalani di dunia ini, harus percaya dan mengimani bahwa kedudukan manusia di hadapan Allah itu sama. Yang membedakan kita antara satu dengan yang lainnya adalah ketakwaan kepada Allah. 

Adapun ketakwaan kepada Allah adalah ranah personal dari masing-masing individu. Ada orang yang menampakkan kadar ketakwaan melalui perilakunya sehari-hari, ada pula yang lebih suka melakukan ketakwaan secara sembunyi-sembunyi.

Itulah mengapa, kita tidak boleh sembarangan menghakimi seseorang hanya karena perilaku seseorang yang membuat kita merasa lebih baik darinya. Bisa jadi orang yang kita anggap lebih buruk, selalu meluangkan waktu satu-dua jam tiap malam untuk bermunajat kepada Allah, sedangkan kita pada saat yang sama asyik menuntaskan mimpi berjilid-jilid dalam nyenyak tidur kita. 

Agar tidak salah dalam menilai orang, jangan melakukannya. Anggaplah orang selain kita itu lebih baik agamanya dibanding kita, sehingga timbul sifat selalu menghargai orang lain dalam diri kita dan sifat selalu memupuk ketaatan karena merasa diri selalu kurang.

Sebaliknya perlukah kita merasa selalu ingin dihargai? Bukankah kita sudah mengimani bahwa kedudukan kita sebagai manusia adalah sama? Jika kita mengaplikasikan keimanan tersebut dengan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka secara otomatis orang akan melihat sifat baik kita dan melakukan hal yang sama. Orang akan menghargai kita.

Namun bagaimana jika hal yang kita harapkan itu tidak terjadi? Tersenyumlah. Fokus saja untuk terus memperbaiki diri. Dihargai orang itu tidak penting, kok. Tak usah baper hanya karena merasa tidak dihargai.  Baperan adalah sifat buruk yang harus dibuang jauh-jauh.

Baperan tidak akan membuat kita memeroleh apapun, kecuali rasa sakit hati yang menumpuk akibat kita terjerumus dalam perasaan akulah korban. Aku paling tersakiti. Aku seharusnya dihargai. 

Anda tidak akan pernah maju jika selalu terlena pada kebaperan tak berguna. Bangkit dan hilangkan sifat baper. Apalagi misalnya baper tak berguna karena sudah tidak menjabat pada sebuah jabatan. Kemarin saat aku jadi ketua ABC ... banyak yang menghormatiku, sekarang tak ada yang menghargaiku.

Stop! Ingat rumus pertama bahwa kedudukan manusia itu sebenarnya sama di sisi Allah, yang membedakan hanya ketakwaan.

Jangan bergulat dan berkeinginan pada pengakuan manusia. Fokuslah pada Allah. Tidak dihargai lagi karena sudah tidak menjabat? Fine, untuk apa dihargai manusia? Hanya untuk kebanggaan semu? Jabatan di dunia itu bisa lenyap sewaktu-waktu. Dan penghargaan manusia terkadang hanya pada jabatanmu, bukan pada dirimu.

Lain halnya jika kemudian kita fokus memerbaiki diri. Memerbaiki hubungan dengan Allah. Tersenyum dengan ikhlas karena tau senyum itu ibadah ... bukan tersenyum karena ingin dihargai orang lain. 

Maka penghargaan orang akan datang dengan sendirinya. Tapi ingat sekali lagi, bukan itu tujuan kita hidup di dunia.
Tujuan kita adalah untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.

Jadi mari kita hidup dengan menjalani takdir. Takdir sebagai manusia yang diciptakan untuk menyembah Allah. Jalani hubungan dengan sesama manusia juga dalam rangka mendapatkan ridha Allah. 

Berbuat baik tanpa pamrih. Tanpa mengharap balasan untuk dihargai, melainkan dengan keyakinan bahwa Allah akan membayar tunai, semua kebaikan yang kita lakukan.

Enyahkan jauh-jauh sifat baperan hanya karena orang lain tidak bersikap sesuai pengharapan kita.

Selamat menjadi manusia baru yang lebih hidup dan menghargai kehidupan yang telah diberikan oleh Allah SWT.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun