"Yo sama aja itu! Gejalaku waktu kena covid tahun lalu kayak gitu!"
"Bro, gejala DBD dan tipus itu sama lho," ucap saya.
"Lhaiya makanya tes biar ga sekadar berasumsi."
Iya benar juga. Tapi dokter tidak merekomendasikan antigen sama sekali. Jadi saya nurut dokter, nggak mau nurut orang-orang yang bilang berdasarkan pengalaman karena pengalaman kan bisa beda.
Saya cek salah satu grup sekolah...ehhh banyak yang lagi isoman. Mereka bilang mereka radang tenggorokan tapi diswab positif.
Ini seolah menjustifikasi teori teman saya yang chat tadi itu bahwa radang tenggorokan sama dengan covid. Blaik...apa benar seperti itu?
Dulu sebelum zaman covid saya pernah alami gejala yang sama. Radang tenggorokan juga, minum obat sembuh. Izin nda masuk kantor seperlunya saja.
Semoga radang tenggorokan ini nggak sama dengan covid ya. Karena beda aturan walau sama2 mudah menular. Radang tenggorokan berasa sehat dikit sudah bisa masuk kantor. Kalau covid ya harus isoman beberapa hari.
Semoga alat antigen maupun pcr bisa membedakan virus covid dengan virus radang tenggorokan, virus influenza, atau virus-virus lainnya. Janganlah apa yang seharusnya sakit radang tenggorokan biasa menjadi "dicovidkan" karena alasan-alasan yang tidak masuk akal. Itu namanya sih zaman edan, kalau semua penyakit dicovidkan.
Terakhir semoga virus covid lekas lenyap...atau kalau tidak bisa, ya segera turun level. Dari yang sangat ditakuti...sampai dibikinin level2 ppkm...menjadi biasa2. Ada yo karepmu, karena semua sudah punya perisai. Apakah itu dari vaksin atau obat canggih yang kelak ditemukan para peneliti terbaik. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H