Peluang yang saya maksud itu:
1. Banyak anak-anak ceroboh, lupa bawa bolpoin atau bolpoinnya hilang. Akibatnya secara mendadak dia perlu bolpoin di kelas.
2. Di sisi lain banyak bolpoin tak bertuan yang hilang itu - tergeletak begitu saja di lantai, atau di teras kelas, atau di mana saja. Dan kadang karena penampakan yang sama, tidak ada yang merasa memiliki bolpoin tersebut.
3. Boy alias teman si Emir tadi melihat kedua peluang itu dan mengambil solusi yang menguntungkan dua belah pihak. Temannya untung dapat bolpoin sewa - tidak kena marah guru karena lupa membawa bolpoin, Boy untung dapat tambahan uang saku dari harga sewa.
Keputusan Boy untuk menyewakan bolpoin sebenarnya bisa ia tingkatkan lagi dengan menjual bolpoin buat teman-teman sekelasnya. Ia bisa membeli bolpoin di pasar lalu menjualnya ke teman-temannya dengan mengambil keuntungan seribu rupiah per bolpoin.
Saya pun mencetuskan ide berjualan bolpoin pada Emir.
"Kenapa Boy tidak sekalian jualan bolpoin? Dia bisa beli bolpoin lalu menjualnya kembali pada teman-teman."
"Hmm, aku ingat, Ma. Boy juga menyewakan secara permanen bolpoin hasil nemunya itu."
"Maksudnya sewa permanen? Berarti menjual, dong."
"Iya, semacam itulah."
Saya menggeleng-gelengkan kepala, lalu teringat sesuatu. Jangan sampai saking senengnya nemu bolpoin, Boy lupa mengumumkan dulu kalau ia nemu bolpoin, dan langsung 'mengamankan' si bolpoin menjadi properti sewa. Halah, ((( properti sewa ))).