Dalam tahap perkembangan kehidupan manusia, ada masa-masa di mana sebuah rasa yang sama muncul. Misalnya saja masa remaja, rasa apa yang mendominasi? Rasa ingin tahu, rasa tertarik pada lawan jenis, rasa ingin selalu lebih dari teman, dan masih banyak lagi karena masa remaja itu masa nano-nano, rame rasanya!Â
Ada kalanya rasa itu jika tidak dikelola dengan baik - akan membuat remaja terjerumus dalam pergaulan yang salah. Rasa itu harus dikelola dengan tepat, agar menghasilkan sesuatu yang positif, misalnya dengan mewujudkan sebuah karya.
Masa remaja saya - puluhan tahun lampau - pun tak luput dari rasa-rasa yang telah saya sebutkan di atas. Sebagai remaja puteri yang normal, tentu saja saya juga suka memandangi wajah cowok-cowok cakep di sekolah. Uhuy! Tapi kalau sampai bilang I love you ... ahai, nanti duluu ... saya maluuu, hahaha.Â
Saat itu pas usia puber, bacaan saya pun mendukung untuk mengkhayalkan romantika percintaan remaja. Itu loh, bacaan saya majalah cerpen paling fenomenal pada masanya: majalah Anita Cemerlang.Â
Sambil membaca majalah, si remaja (saya, maksudnya) akan senyam-senyum sendiri, seakan dirinyalah tokoh yang sedang dituliskan di sebuah cerpen remaja. Ahaiii.
Setelah membaca beberapa kali - seingat saya waktu itu saya tidak langganan Anita, tapi sering membeli eceran dari sisa uang saku (saat SMA) - saya merasa saya juga bisa menulis seperti itu. Mulailah saya mencoba menulis (tepatnya mengetik) beberapa cerpen remaja dan mengirimkannya ke majalah Anita Cemerlang.Â
Tidak semua gol, sih - tapi ada beberapa yang kemudian dimuat.
Saya ingat cerpen pertama yang dimuat Anita adalah cerpen yang saya beri judul "Kisah Cintaku". Tau nggak, idenya dari mana? Idenya karena ketemu dengan cowok cakep di dalam angkot. Lalu terangkaikan sebuah cerita bahwa si cowok cakep itu tak lain tak bukan adalah kakak dari cowok paling cakep di sekolah saya. Lalu dengan berbagai kejadian kebetulan, saya - eh, maksudnya si tokoh cewek dalam cerita saya - akhirnya jadian dengan si cowok dalam angkot!
Lalu ada cerpen yang saya beri judul "Rasa Benci Itu." Kisahnya tentang seorang cewek yang sebel sama cowok di kelasnya. Si cowok itu kebetulan cakep (kalau nggak cakep nggak rame ceritanya, hahaha). Ehh, lama-lama dari sebel si cewek jadi beneran seneng betul sama itu cowok. Klise banget, nggak, sih? Hihihi. Lagian itu akronim jadul banget ya, benci = benar-benar cinta; sebel = seneng betul, wkwkwk.
Kalau mengingat semua itu sekarang, saya suka ketawa sendiri.Â
Tapi saya sama sekali nggak malu atau menyesal. Kenapa? Pertama, rasa tertarik pada lawan jenis telah saya olah menjadi sesuatu yang positif - yaitu menuangkannya menjadi sebuah karya. Karya itu kemudian bisa menghibur orang banyak. Kedua, karya itu kemudian menjelma menjadi cuan - yang membuat saya bisa memeroleh tambahan uang saku dari hasil keringat saya sendiri. Itu sesuatu buat saya di usia SMA.Â
Seiring dengan pertambahan usia, saya yang tak muda lagi mengalami perubahan dalam hal rasa. Sewajarnya seorang ibu, muncul rasa sayang pada anak-anak. At least pada anak-anak saya sendiri, dan secara umum pada anak-anak di seluruh dunia. Rasa sayang itu menjelma menjadi keinginan untuk membuat karya yang menghibur anak-anak.Â
Maka saya mencoba belajar membuat cerita anak dengan berguru secara online pada seorang penulis cerita anak senior. Uniknya mbak penulis ini dulunya juga penulis di Anita Cemerlang.Â
Hasil belajar nulis ini membuahkan beberapa karya yang dimuat di majalah Bobo sekitar tahun 2014-2015. Guru saya selalu bilang, tulislah sesuatu yang kamu kuasai, mulai dari pengalaman kamu sendiri. Bisa pengalaman di masa kecil, atau pengalaman masa kini bersama anak-anakmu sendiri. Sebab, pengalaman setiap orang itu unique, sehingga pasti menghasilkan cerita yang unique pula. Itulah yang akan menghasilkan tulisan yang bagus, orisinil, dan punya kans besar untuk dimuat.Â
And, yes ... saya mencoba mengolah pengalaman pribadi menjadi sebuah cerita anak. Misalnya pada karya berjudul "Pergilah kau, Koles!" - aslinya saya memang menderita kecenderungan kolesterol tinggi. Saya membuat cerita anak di mana si ibu merupakan penderita kolesterol tinggi dan ayah serta anak-anak membelikan buah-buahan penurun kolesterol buat sang ibu. Ada pula penjelasan ringan yang mudah dicerna oleh anak-anak tentang apa itu kolesterol dan mengapa penting untuk menjaga kestabilan kadar kolesterol dalam darah.Â
Sepertinya berat, ya? Tapi untuk cerita anak kita harus bisa membuat masalah seberat apapun, tersampaikan dengan bahasa yang sederhana dan "menganak" atau terasa anak-anak sekali dan mudah dicerna oleh mereka. Oh ya, untuk karya di majalah Bobo ini saya menggunakan nama pena Kalya Innovie.
Begitulah, kalau bagi saya, rasa apa saja itu bisa diolah menjadi sebuah karya - asal ada kemauan.Â
Kini kadang kesibukan pekerjaan membuat saya mengalami penurunan produktivitas dalam berkarya/menulis. Namun saya masih memegang mimpi menjadi penulis dengan naskah yang menginspirasi, someday. Semoga ada masa kelak, untuk kembali mengolah rasa menjadi karya. Semangat!**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H