Tapi saya sama sekali nggak malu atau menyesal. Kenapa? Pertama, rasa tertarik pada lawan jenis telah saya olah menjadi sesuatu yang positif - yaitu menuangkannya menjadi sebuah karya. Karya itu kemudian bisa menghibur orang banyak. Kedua, karya itu kemudian menjelma menjadi cuan - yang membuat saya bisa memeroleh tambahan uang saku dari hasil keringat saya sendiri. Itu sesuatu buat saya di usia SMA.Â
Seiring dengan pertambahan usia, saya yang tak muda lagi mengalami perubahan dalam hal rasa. Sewajarnya seorang ibu, muncul rasa sayang pada anak-anak. At least pada anak-anak saya sendiri, dan secara umum pada anak-anak di seluruh dunia. Rasa sayang itu menjelma menjadi keinginan untuk membuat karya yang menghibur anak-anak.Â
Maka saya mencoba belajar membuat cerita anak dengan berguru secara online pada seorang penulis cerita anak senior. Uniknya mbak penulis ini dulunya juga penulis di Anita Cemerlang.Â
Hasil belajar nulis ini membuahkan beberapa karya yang dimuat di majalah Bobo sekitar tahun 2014-2015. Guru saya selalu bilang, tulislah sesuatu yang kamu kuasai, mulai dari pengalaman kamu sendiri. Bisa pengalaman di masa kecil, atau pengalaman masa kini bersama anak-anakmu sendiri. Sebab, pengalaman setiap orang itu unique, sehingga pasti menghasilkan cerita yang unique pula. Itulah yang akan menghasilkan tulisan yang bagus, orisinil, dan punya kans besar untuk dimuat.Â
And, yes ... saya mencoba mengolah pengalaman pribadi menjadi sebuah cerita anak. Misalnya pada karya berjudul "Pergilah kau, Koles!" - aslinya saya memang menderita kecenderungan kolesterol tinggi. Saya membuat cerita anak di mana si ibu merupakan penderita kolesterol tinggi dan ayah serta anak-anak membelikan buah-buahan penurun kolesterol buat sang ibu. Ada pula penjelasan ringan yang mudah dicerna oleh anak-anak tentang apa itu kolesterol dan mengapa penting untuk menjaga kestabilan kadar kolesterol dalam darah.Â
Sepertinya berat, ya? Tapi untuk cerita anak kita harus bisa membuat masalah seberat apapun, tersampaikan dengan bahasa yang sederhana dan "menganak" atau terasa anak-anak sekali dan mudah dicerna oleh mereka. Oh ya, untuk karya di majalah Bobo ini saya menggunakan nama pena Kalya Innovie.
Begitulah, kalau bagi saya, rasa apa saja itu bisa diolah menjadi sebuah karya - asal ada kemauan.Â
Kini kadang kesibukan pekerjaan membuat saya mengalami penurunan produktivitas dalam berkarya/menulis. Namun saya masih memegang mimpi menjadi penulis dengan naskah yang menginspirasi, someday. Semoga ada masa kelak, untuk kembali mengolah rasa menjadi karya. Semangat!**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H