Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

4 Cara Menyikapi Kegagalan

24 April 2021   05:35 Diperbarui: 24 April 2021   05:35 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis quote renungan setelah gagal di lomba nulis (Sumber: indah_novie/instagram)

Biasanya, orang lebih senang bicara keberhasilan dari pada kegagalan. Keberhasilan dianggap mengagumkan dan kegagalan mengecewakan. Orang lebih senang berbagi kabar gembira dari pada kabar sedih. Padahal, dari sebuah kisah kegagalan kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran.

Perkenankan saya bercerita tentang kegagalan saya baru-baru ini...

Sejak kecil saya suka membaca, kemudian hobi tersebut mengantar pada hobi yang lain yaitu menulis. Saya mulai menulis cerpen-cerpen remaja saat saya duduk di bangku SMA. Senang sekali saat naskah yang saya kirimkan dimuat di sebuah majalah remaja ternama saat itu.

Hobi nulis teredam bahkan vakum saat saya diterima bekerja di sebuah instansi pemerintah di Makassar. Sesekali saya masih nulis dan mengirimkannya ke media, namun jarang sekali yang dimuat.

Sepuluh tahun setelah vakum nulis, saya mendapat kesempatan dari kantor untuk melanjutkan studi di Jogjakarta. Tak dinyana di kota pelajar tersebut saya menemukan komunitas yang mencintai dunia literasi. Hobi lama saya muncul bak umbi bunga amaryllis tersiram hujan di bulan September. Mekar.

Sambil menyelam minum air, sambil kuliah di kampus saya juga kembali aktif nulis fiksi bahkan kemudian mengikuti berbagai kelas menulis di ruang maya. Mulai kelas menulis cerpen anak, kelas menulis non fiksi, kelas menulis resensi, dan masih banyak lagi. Saya juga menambah banyak sekali pertemanan dengan para penulis di facebook. Dunia saya menjadi penuh gairah.

Tak lama saya kembali melihat nama saya di beberapa media cetak. Bahkan di Bobo, majalah yang menemani masa kecil saya.

Setelah berhasil menamatkan studi, saya kembali aktif bekerja di kantor. Tapi kali ini saya tidak mau membunuh passion saya. Saya memutuskan untuk terus memupuk hobi nulis yang terlanjur saya cinta. Ciyeeeh.

Saya masih lanjut ikut berbagai kelas nulis, dan di tahun 2019 kemarin saya memutuskan ikut kelas menulis novel anak. Tujuan saya ikut kelas novel anak adalah karena saya ingin ikut berkompetisi pada lomba nulis yang diselenggarakan oleh sebuah penerbit.

Penerbit ini menyelenggarakan lomba nulis secara rutin setiap tahun. Kebetulan saya sering membelikan anak saya buku-buku dari penerbit ini karena menurut saya bukunya cocok untuk anak-anak, tepatnya cocok untuk orangtua yang ingin anaknya menjadi baik dengan membaca buku, hehe. Karena otomatis saya juga ikut membaca buku-buku tersebut, diam-diam tebersit dalam pikiran saya ... aaah aku juga bisa nulis kekgini ... hahaha nyebelin banget nggak, sih? Kepedean.

Demikianlah, berbekal ilmu dari kelas nulis dan dari puluhan novel anak yang saya baca, saya mulai mengedraft novel anak. Tak tanggung-tanggung saya mengedraft satu novel utuh dari nol, dan juga menyiapkan draft lama yang pernah ditulis namun nggak selesai-selesai.

Singkat cerita, saya berhasil mengirim dua naskah novel anak untuk lomba di tahun 2020 kemarin. Wah, saya sendiri nggak menyangka kalau bisa. Soalnya selama ini nulisnya selalu yang pendek-pendek. Nulis novel sering, tapi banyak yang mandeg separuh jalan dan kemudian hanya menghiasi folder laptop.

Saya merasa senang sudah berhasil mengirim dua naskah novel untuk lomba tersebut. Saya sudah tanamkan dalam hati bahwa menyelesaikan naskah itu saja sudah merupakan kemenangan buat saya yang orangnya malesan. Tapi tetep dong, namanya kompetisi tentu saja saya juga berharap untuk menang.

Dan pada hari pengumuman lomba ... Jreeeeng!

Sudah tahu kan, apa yang terjadi? Betul. Naskah saya dua-duanya tidak ada yang lolos. Kumenangiiiiis, membayangkan... OK, baiklah, saya butuh menenangkan diri dulu.

Waktu itu saya memberikan waktu untuk diri saya termangu-mangu selama tiga hari. Iya jelas, dong. Wajar. Bagaimanapun saya sudah mencurahkan waktu untuk nulis dua novel dan berusaha yang terbaik. Terbaik versi saya tentu, yang tentunya bukan versi juri. Setelah tiga hari bersedih, saya berusaha mengatasi kekecewaan dan menyikapi kegagalan dengan baik. Sebelumnya saya sempatkan memasang status berupa quote di akun instagram saya. 

Dan berikut ini 4 cara saya menyikapi kegagalan:

1. Sadar diri tapi tidak putus asa

Saya berusaha untuk sadar diri. Saya masih newbie di dunia novel anak. Saingan sesama peserta lomba sebagian adalah penulis yang sudah malang-melintang di dunia kepenulisan novel anak. Apalagi setelah kemudian beberapa waktu setelah pengumuman lomba, penerbit memosting sinopsis novel-novel pemenang. Wow, memang karyanya layak menang karena idenya out of the box di samping gaya penulisan yang sudah bagus. Baik, saya akui level ilmu nulis saya belum sampai ke sana. Yang penting saya tidak boleh menyerah, latihan terus biar nulisnya tambah bagus.

2. Cari temen curhat yang mengerti saya

Kalau sedang sedih, butuh curhat, sebaiknya mencari teman yang benar-benar paham masalah kita sehingga bisa memberikan solusi yang baik. Saya waktu itu curhat ke seorang teman yang penulis dan dia bisa membuat saya legowo. Ikhlas dengan kegagalan saya.

"Tawarkan saja novelmu ke penerbit," demikian antara lain saran teman setelah menghibur saya.

3. Cari contoh yang membesarkan hati

Apa semua penulis senior itu langsung makprocot lahir terus terkenal? Tentu tidak. Ada jejak berdarah-darah di jalan yang sudah mereka lewati. Saya kembali mengingat bahwa penulis terkenal seperti Ari Kinoysan ditolak cerpennya sebanyak 111X sebelum cerpen pertama dimuat, dan sekarang dia sudah punya puluhan buku terbitan mayor. JK Rowling ditolak 11 penerbit sebelum Harry Potter terbit dan booming. 

Artinya, kegagalan itu bukan alasan untuk berhenti, melainkan cambukan untuk berusaha lebih baik lagi.

4. Yakinlah tidak ada yang sia-sia

Setelah mengalami sebuah kegagalan, tidak seharusnya kita terpuruk dalam kegagalan itu. Kita harus move-on! Saya juga dengan segera move on dan mulai memikirkan apa yang harus saya lakukan dengan dua naskah lomba. Akhirnya yang satu saya posting di sebuah platform nulis online, sedangkan yang satu lagi rencananya akan saya tawarkan ke penerbit. Biarlah mereka berdua menemukan takdirnya.

Nah, begitulah kisah kegagalan yang dapat saya bagikan. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun