Durasi pandemi yang lumayan panjang (sekarang sudah setahun lebih), telah memberikan waktu yang cukup bagi sebagian orang untuk beradaptasi. Tidak banyak lagi ditemukan keluhan lewat di linimasa, bahkan sebagian sudah merasa enjoy dengan keadaan.
Adaptasi yang dilakukan antara lain bagaimana memanfaatkan waktu saat harus stay at home, dan di sinilah hobi-hobi lama yang telah terkubur - maupun hobi baru yang tiba-tiba muncul, mendapatkan timing yang tepat untuk berjaya. Salah satu hobi yang booming di kala pandemi adalah berkebun, dengan tanaman kesayangan (buat dipamer2in) adalah aglonema dan jenis caladium.
Berkebun sebenarnya bukan hobi saya dan suami. Apalagi rumah kami terletak di kompleks perumahan dengan kapling ukuran 36 yang halaman depannya secuplik. Namun di halaman yang secuplik itu tetap ada mawar, sirih, nanas, katu, sereh, kemangi, kelor, daun ubi, lombok, jeruk, dan lain-lain. Jangan rumit mbayanginnya, ya, karena semua porsinya serba secuplik.
Arah angin berganti saat kami merenovasi rumah dan suami mengubin semua halaman. Saya sebenarnya termasuk penentang halaman diubin. Harus ada tanah untuk peresapan air, ya, kan? Tapi suami berdalih bahwa karena ada kucing, sebaiknya diubin biar bersih. Okelah kalau itu alasannya...tapi saya minta nantinya tetap harus ada tanaman di pot-pot. Dan mau nanam bunga-bunga. Halah, saya yang tiap nanam lombok selalu mati sebelum berbunga? Aih...tapi bukankah niat yang kuat adalah awal segalanya? Jadi, ucapkan saja niat itu untuk kemudian dipraktikkan.
Demikianlah awal mulanya sedikit demi sedikit kami mulai menanam, pertama dengan menyelamatkan sisa tanaman yang tidak hancur karena tetesan cat maupun remahan kayu sisa renov. Kalau tanaman yang ditanam langsung di tanah, otomatis mati dan terbuang. Malang sekali.
Koleksi tanaman kami sedikit sekali. Cuma ada dua pot lidah buaya, dua pot sukulen, dua pot sejenis tanaman mirip lidah mertua tapi bukan, satu pot kemangi, satu pot kamboja jepang. Kami juga ngambil tanaman keladi batik dari mess kantor, kami tanam di pot. Mayanlah ada beberapa buat modal.
Lalu dalam satu perjalanan ke rumah kakak di Bone, suami pulang bawa tiga pot tanaman jenis aglonema. Potnya besar dan tanamannya sudah beranak pinak. Bukan nyolong ya, melainkan dikasih oleh kakak tercinta. Belakangan saya baru tahu nama tanaman-tanaman itu adalah bibir merah, big roy, dan donna carmen.
Pas suami libur, dia pecah-pecah tanaman tersebut dan dia tawarkan sebagian anakan pada temannya. Beberapa ditawarkan pada tetangga. Nah, kalau sama tetangga, kami dapat tukeran barter tanaman. Satu Bibir Merah ditukar dengan satu tanaman yang tak kutahu apa namanya (berbekal gugling akhirnya kutahu namanya tanaman Adam Hawa (mohon koreksi ya, kalau keliru ... namanya juga pehobi tanaman amatiran); dan satu Big Roy ditukar dengan semacam keladi; satu lagi masih ada teman yang janji mau ngasih tanemannya setelah dapat dua anakan bibir merah.
Nah, sekarang, tanaman kami sudah lebih bervariasi. Senang sekali melihatnya. Sedikit demi sedikit tentunya, insyaAllah lama-lama jadi sebukit. Siapa mau barter tanaman sama saya? Yuk, yuk ... merapat.