Mohon tunggu...
Indah Noing
Indah Noing Mohon Tunggu... Lainnya - Maminya Davinci

Ibu rumah tangga biasa, punya 3 krucils, pernah bekerja sebagai analis laboratorium klinik selama 10 tahun. Selalu berharap Indonesia bisa maju dan jaya tak kalah dari negeri yg baru merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih Jauh tentang Perempuan Nelayan melalui JP 95 dan Film

8 Februari 2018   16:48 Diperbarui: 8 Februari 2018   18:40 2578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Susan Herawati (Sekjen KIARA) mengungkapkan para nelayan sebagai kelompok sosisal yang berhubungan langsung dengan sumber daya pesisir dan kelautan sering kali memiliki kondisi-kondisi seperti memperoleh pendapatan  tidak menentu, bekerja menghadapi cuaca ekstrim, kesulitan menabung, miskin, anak putus sekolah, perempuan menjadi korban KDRT dan sering bergantung kepada tengkulak. Ketergantungan nelayan pada nelayan cukup tinggi, itulah sebabnya banyak ke Tempat Pelelangan Ikan  (TPI) tutup. Bila nelayan menjual ikan ke tengkulak, maka ia memperoleh uang saat itu juga, berbeda bila dijual ke TPI, uang tidak langsung diterima hari itu..

Di tahun 2009, KIARA menemukan gerakan dan kesadaran perempuan nelayan untuk berorganisasi dan memenuhi kebutuhan keluarga neayan. PPNI hadir sebagai sosok lain yang mendorong gerakan perempuan nelayan untuk berdaulat, mandiri dan sejahtera. 

PPNI singkatan dari Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia.
PPNI berdiri atas inisiatif organisasi nelayan dan sejumlah lembaga yang memberi perhatian kepada nelayan tradisional, diantaranya KIARA, ADS (Aliansi Desa Sejahtera) yang didukung oleh Oxfam.

Pak Dr.Dedi Adhuri (Peneliti senior LIPI) menjelaskan  tentang Pengelolaan pesisir/ perikanan yang berkeadilan jender dan lingkungan. Pak Dedi juga menjumpai banyak gerakan  pengelolaan kolaboratif perikanan pesisir berbasis komunitas di Indonesia. Menurut Pak Dedi perlu gerakan yang lebih sistematis dan luas untuk merubah kebijakan dan tata praktek pengelolaan yang berkeadilan gender.

Pak Dedi Adhuri menjelaskan tentang nelayan, gerakan pengelolaan perikanan berbasis komunitas (foto:dokpri)
Pak Dedi Adhuri menjelaskan tentang nelayan, gerakan pengelolaan perikanan berbasis komunitas (foto:dokpri)
Pengakuan atas profesi nelayan sangat penting bagi perempuan nelayan, dapat memberi dampak baik secara politis maupun ekonomi. Pengakuan sebagai nelayan akan memberi jaminan atas kepemilikan Kartu Nelayan. 

Dengan kartu tersebut, perempuan nelayan akan mendapatkan jaminan dan perlindungan sebagai nelayan . Perempuan nelayan juga dapat mengakses program bantuan pemerintah untuk nelayan seperti akses terhadap kredit, teknologi pengolahan, fasilitas dan pelatihan-pelatihan yang diselanggarakan oleh pemerintah.
Jurnal Perempuan berharap agar film documenter dan JP 95 yang berjudul Perempuan Nelayan ini bisa dijadikan rujukan dalam penyusunan kebijakan tentang Perempuan Nelayan..

Ini dia film dokumenternya, harap ditonton sampai habis, sehingga benar-benar bisa kita menyaksikan perjuangan para perempuan nelayan untuk diakui sebagai nelayan.
Profesi nelayan memang identik dengan kemiskinan dan berpendidikan rendah, padahal profesi nelayan sangatlah penting bagi ketahanan pangan negara bahkan dunia. Mungkin saja dalam pendidikan formal mereka rendah, namun keahlian dan keberanian mereka dalam pekerjaannya harus kita apresiasi. 

Mungkin lama-lama di Indonesia tidak ada lagi orang yang ingin punya profesi nelayan akibat dianggap profesi yang tidak bisa membuat sejahtera. Imbasnya ikan tak banyak dijumpai di pasar-pasar dan bisa mahal lho kalau ingin makan ikan. Di negara yang tidak punya laut, harga ikan laut cukup mahal lho.. Jangan sampai negeri kita yang kaya sumber daya lautnya mengalami harga ikan yang muahal.   

Saya selama ini sering berwisata ke pantai, menjumpai banyak ibu-ibu istri nelayan, pun saya tak pernah berpikiran bahwa ternyata ibu-ibu tersebut adalah nelayan juga yang ada juga musti pergi melaut di malam hari. 

Saya juga termasuk yang berpikir bahwa mereka cuma ibu rumah tangga saja seperti saya. Acara ini membuka mata saya bahwa mereka perempuan nelayan yang tangguh, bekerja dalam pemenuhan ekonomi rumahtangganya. Sungguh saya salut.

3 perempuan nelayan hadir di acara ini, di antaranya ada ibu Masnuah pendiri Puspita Bahari dan ibu Esra petambak di Dipasena (foto:dokpri)
3 perempuan nelayan hadir di acara ini, di antaranya ada ibu Masnuah pendiri Puspita Bahari dan ibu Esra petambak di Dipasena (foto:dokpri)

Di akhir acara 3 perempuan nelayan dihadirkan ke depan, dan memperoleh karangan bunga dari Yayasan Jurnal Perempuan. Mereka juga mengaku amat terharu hadir dan menyaksikan film dokumenter tentang mereka dalam acara ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun