[caption id="attachment_353183" align="alignnone" width="578" caption="ini gambar imaginasi putriku saat ia berumur 5 Th"][/caption]
Bila sekarang anda disuruh menggambar gambar yang sering anda gambar saat kecil, kira-kira gambar apakah yang akan anda gambar ? Ayooo deh merem matanya, ingat-ingat gambar pavoritmu dulu saat kecil.
Naaahh, pasti nih hampir sebagian besar pembaca akan menggambar gunung kaaan? Ada yang menggambar satu gunung, dua gunung atau lebih, bahkan berbukit-bukit gambar gunungnya. Lalu ada yang menambahkan awan, matahari, pelangi di atas pegunungannya. Lalu di bagian bawah gunung kadang digambar juga persawahan atau lautan, yang paling sering tuh ada gambar jalanan, rumah, pepohonan, tiang listrik, hewan, petani juga ada. Kalau ada lautnya biasanya juga ada perahunya , nelayannya dan ikannya.
Uniknya seperti ada patron khusus, kalau mau menggambar pohon padi di sawah cukup bikin hurup “V” lalu kasih garis “I” di tengah V tersebut. Kalau mau menggambar burung di langit cukup bikin huruf ‘m’ dengan ukuran besar lalu tinggal kasih garis di bawah m tersebut. Kalau mau menggambar bebek atau ayam pasti dimulai dengan bikin angka 2, terserah mau hadap kemana angka 2 yang dibikin sesuaikan dengan ayam atau bebeknya mau menghadap kemana. Kalau mau menggambar beruang tinggal ikut instruksi lagu lingkaran besar lingkaran kecil, pasti jadi deh gambar beruangnya. Kadang juga gambar mataharinya dikasih mata dan bibir dan berbulu. :-P
Aku juga gak tahu siapakah guru yang pertama kali yang memberi gagasan agar mengajarkan menggambar gunung hampir kepada semua anak di Indonesia turun temurun hingga kini, sehingga gambar gunung menjadi gambar legendaris anak-anak Indonesia.
[caption id="attachment_353187" align="alignnone" width="533" caption="sulungku umur 5 tahun udah gambar gunung, gambar legendaris anak Indonesia"]
Aku ingat banget waktu aku sekolah SD di Jakarta di tahun delapan puluhan guruku juga mengajari kami murid-muridnya menggambar gunung. Lancip-lancip banget gunungnya, gambarnya ajah pake penggaris, kami mencontoh gambar yang ada di papan tulis. Wah seneng banget deh kalau udah bisa gambar gunung, hingga lonceng jam istirahat berbunyi beberapa dari kami masih ada yang asyik menggambar di kelas tidak bermain atau jajan seperti biasanya. Sesampainya di rumah gambarnya dikasih ke orang tua pun membuat orang tua senang melihat gambar tersebut. Makin naik kelasnya makin pintar gambarnya, gak perlu pakai penggaris lagi, guru mengajarkan agar jangan takut membuat garis, yakinlah dengan garis yang kita buat, bisa lurus kok.
Beberapa dari kami memanglah bukanlah anak asli Betawi, melainkan anak perantau dari luar Jakarta seperti Jawa, Ambon, Sumatra. Menggambar pemandangan gunung membawa kenangan akan indahnya pemandangan yang kami lewati saat mudik dan juga daerah tempat asal kami. Membuat kami selalu kangen dengan kampung halaman kami, teringat kakek nenek dan saudara-saudara yang berada di kampung.
Sebenarnya guru kami juga mengajari menggambar dengan tema yang lain, seperti rumah, orang, bunga, hewan, dan lain-lain. Namun entah mengapa yang paling kami senangi adalah menggambar gunung. Kurasa ya itu ada ikatan emosianalnya.
Saat aku sekolah SMP pun ternyata masih berjumpa pelajaran menggambar gunung hanya saja di SMP ini mulai diajarkan teori perspektif yaitu dimana benda yang makin jauh dari si penggambar digambar makin kecil, sedangkan benda yg makin dekat si penggambar dibuat makin besar. Dulu aku sempat mengalami kebingungan menggambar mengikuti teori ini, namun aku tak menyerah begitu saja. Walau nilaiku kurang bagus di mata pelajaran Seni Rupa tapi aku berusaha meningkatkan nilai-nilaiku di mata pelajaran lainnya.
Mungkin di antara teman2 pembaca pernah membaca artikel tentang kita orang-orang Indonesia kurang kreatif, dan dikatakan salah satu penyebabnya adalah karena kita saat anak-anak pasti diajari menggambar gunung oleh guru. Artikel tersebut juga dibagi oleh banyak pembacanya, seolah-olah setuju kalau kita orang Indonesia memang gak kreatif karena gurunya gak kreatif saat mengajar menggambar. Hellooooo… sudah benarkah berbuat seperti itu? Benarkah gurumu hanya mengajari menggambar gunung? Coba deh ingat-ingat lagi. Masa’ gak diajari gambar lainnya? Cari tahu sebabnya kenapa anda hanya ingat menggambar gunung adalah gambar yang anda suka saat kecil.
Aku merasa mungkin ada juga guru membaca artikel tersebut apapun bidang studi yang ia ajarkan kini, mungkin terbersit sedikit kekecewaan saat membaca artikel tersebut. Apalagi bila ia juga pernah mengajarkan menggambar gunung ke murid-muridnya. Nah, coba bayangkan kalau yang membaca artikel tersebut guru anda sendiri. Ada juga yang berpendapat kalau gurunya pasti memberi nilai yang jelek kalau ia menggambar tidak sesuai yang ada di papan tulis, itu juga salah satu yang bikin orang jadi gak keatif sampai dewasanya. Helloooo.. picik bingit seeeh mikirnya ! Coba deh berpikir positif, tidak menggambar sesuai perintah guru bukanlah berarti kamu tidak kreatif, tapi memang supaya kamu terbiasa bisa melakukan suatu tugas sesuai instruksi. Bila ingin lebih kreatif bisa mengajukan permohonan kepada pemberi instruksi. Mustinya dulu berani tanya guru boleh gak gambar pemandangan gunung gak seperti yang guru buat di papan tulis, tapi sesuai yang ada dalam bayanganmu, atau mungkin ajah anda mau gambar pemandangan yang lain, misalnya suasana di kota karena anda tinggal di kota. Hingga dewasa, sifat positif ini akan melekat pada kita, melakukan pekerjaan sesuai instruksi dan menjadi orang yang cukup kreatif juga.
Ada juga yang berpendapat sebenarnya guru menyuruh menggambar sesuai yang ada di papan tulis tuh malah mengajari muridnya mencontek meniru plek-plek dari papan tulis. Aduuuhh.. aku bingung deh ama orang yang berpendapat seperti itu.
Nah kalau sekarang anda udah dewasa dan ternyata gak kreatif, jangan salahkan guru di sekolah yang dulu mengajarimu gambar gunung yaaa… Karena jiwa kreatif tumbuh dari dasar sanubari bila dilatih berkreatifitas sejak kecil itu menurutku yaa.. lingkungan keluarga,lingkungan sekolah, pergaulan dari masa anak hingga dewasa pun turut berpengaruh. Bisa saja seseorang dulu merupakan orang yang mempunyai kreativitas tinggi namun akibat salah pergaulan tiba-tiba kreativitasnya pun seperti ikut terbunuh, ia mengalami demotivasi dan menjadi pemalas tak ada kreatif-kreatifnya sama sekali. Mari kita tetap menghargai jasa-jasa guru yang pernah mengajar kita. Saya yakin apapun profesi kita saat ini, sekreatif apapun kita saat ini, kita semua pernaaaah menggambar gunung waktukita kecil. Saat ini zaman sudah makin berkembang, anak-anak zaman sekarang banyak yang sudah bisa menggambar macam-macam dan mewarnai dengan bagusnya, belajar pula gradasi-gradasi mewarnai. Berbeda, gak seperti anak zaman dulu, yang cuma bisa belajar gambar dapat dari pelajaran menggambar di sekolah dan kadang-kadang dari menonton acara menggambar Pak Tino Sidin di TVRI, gambar-gambar anak yang dikirim ke Pak Tino Sidin selalu diapresiasi dan dibilang “Bagus” olehnya. Anak-anak zaman sekarang selain dapat pelajaran menggambar dari gurunya, juga bisa belajar dari media yang lain yang ada aplikasi menggambar seperti computer, tablet. Selain buku-buku bacaan anak masa kini yang kaya akan gambar dan warnanya juga bagus-bagus, kini banyak diselenggarakan kegiatan lomba menggambar dan mewarnai di mall atau pada perayaan acara2 tertentu. Tempat-tempat kursus menggambar pun menjamur dimana-mana, bahkan ada juga guru melukis yang bisa datang mengajar di rumah. Buku-buku yang mengajarkan cara menggambar dan buku mewarnai pun banyak tersedia di toko buku. Imaginasi anak dalam menggambar sesuatu pun bisa tercetus dari bacaan yang dibacanya, film yang ditontonnya atau mungkin dari apa yang dilihatnya saat berwisata atau mudik ke kampung halaman. Anak akan coba menuangkan imaginasinya menjadi gambar yang dibuatnya. Memang sangat diharapkan kreativitas seseorang bisa hadir dan tumbuh dari kreatifnya seorang guru mengajarkan menggambar. Namun coba jangan berharap dari pelajaran menggambar saja. Karena setiap anak beda daya ketertarikannya, mungkin saja ada anak yang tak tertarik pada menggambar, namun di bidang seni yang lain ia lebih tertarik. Mari cari tahu pada bidang apakah kita sekarang lebih kreatif? Pada bidang apakah anak kita bisa lebih kreatif? Jangan salahkan gurumu yang dulu mengajarimu menggambar gunung yaaa… Balik lagi ke tentang gambar gunung, aku juga termasuk ibu dari kebanyakan ibu-ibu lainnya yang pernah mengajarkan anak menggambar gunung. Pernah terjadi saat kami pergi ke Pelabuhan Ratu dan di perjalanan anak-anak melihat gunung, sulungku malah bertanya kenapa gunung warnanya biru kalau dari jauh, dan setelah didekati kok malah hijau? Terkadang saat kami pergi ke pantai pun aku akan mendapati pertanyaan yang sama, kenapa air laut warnanya seperti air biasa, tetapi saat digambar warnanya biru? Yaa itulah anak-anak masa kini walau masih balita cukup kritis juga. Namun pernah juga aku merasa senang yaitu saat anak-anakku melihat pemandangan gunung deket candi Borobudur lalu mereka berkata wah indahnya seperti gambar gunung yang kita pernah buat di rumah. Ya gambar legendaris anak Indonesia itu sebenarnya memang nyata ada di banyak daerah di Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara yang terbanyak mempunyai gunung di dunia. Menggambar pemandangan alam, baik itu gunung atau lautan atau apapun yang kita gambar terkadang membuat nyaman, damai di hati, menyadari betapa besar kuasa Tuhan menciptakan alam yang indah ini dan bersyukur betapa kita masih menjumpai alam yang indah ini. Semoga keindahan alam ini tak musnah dirusak oleh tangan-tangan orang yang tak kreatif. [caption id="attachment_353191" align="alignnone" width="406" caption="gambar imaginasi sulungku, bermain bola bersama Buster"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H