Sunan derajat atau lebih dikenal dengan Raden Qosim adalah salah satu putra dari Sunan Ampel beliau lahir di ampel denta. Menurut catatan 1445 masehi ketika kecil beliau dididik dan diasuh oleh ayah beliau sendiri yakni Raden Rahmat Sunan Ampel dan ketika menginjak dewasa.Â
Setelah mumpuni menguasai ilmu agama beliau diutuslah oleh Ayahanda untuk mensyaratkan agama Islam ke pesisir pantai pulau Jawa dan ketiga di dalam perjalanan beliau ditengah badai besar di tengah lautan perahu.
Dengan izin Allah datanglah sekawanan ikan lumba-lumba dan sekawanan ikan Talang dan beliau naik ke punggung ikan lumba-lumba dikawal oleh ikan Talang tersebut sampai ke tepian pantai yang pada waktu itu sedang pantai adalah bernama jelas dan sekarang lebih dikenal dengan sebutan Dusun Banjaranyar.
Alkisah menceritakan setelah beliau terdampar ditepian pantai. Setelah beberapa tahun bermukim beliau bermunajat memohon petunjuk kepada Allah untuk mengemban tugas mensyaratkan agama Islam akhirnya beliau mendapat petunjuk atau isyaroh dari kampung jelak beliau beralih ke selatan.
Kurang lebih satu kilo diputar perantara tepatnya yang menjadi cikal-bakal Desa Drajat dan disitulah beliau bermukim Ya udah sampai akhir hayat beliau meninggal mengenai gaya arsitektur dan ragam hias yang ada di Kompleks makam Kanjeng Sunan Drajat ini sudah sangat estetik sangat antik dan menurut peneliti dari UGM yang kemudian dijadikan disertasinya yaitu Pak Doktor Nizam.
Beliau meneliti mulai dari Sumatera di makam-makam kuno yang ada di Sumatera yang ada di Jawa Barat yang ada di Jawa Tengah sampai ke Madura itu belum ada yang menyerupai ragam hias yang ada di Indra Jati. Jadi bentuknya yang klasik antik dan renik yang sangat sulit untuk di dilakukan pada zaman sekarang ini tapi bisa dilakukan pada zaman itu.
Rata-rata dari ragam hias yang ada di gebyok itu adalah bermotif teratai rata-rata bermotif teratai, baik itu yang di dalam maupun yang di luar selalu itu selalu itu kenapa teratai Disini di menjadi idolanya menjadi icon ya. Teratai di sini ada dalam kitab Syekh majenun bisanya disebutkan Tunjung Kantan photo logo Tunjung disini adalah teratai Kang Tan foto logo artinya itu adalah orang yang sudah makrifat kalau kelas-kelas dan tingkat-tingkatan tasawuf itu ada mulai dari syariat thoriqot.
Kelasnya makrifat artinya Kanjeng Sunan Drajat di sini Oleh santri-santrinya oleh putra-putranya adalah diakui tentang keunggulannya tentang kedekatannya dengan Allah subhanahuwata'ala. Ini dilambangkan dalam bahasa akulturasi di dalam ragam hias yang disitu ada singomengkok ada apa saja itu tidak bisa lepas tidak bisa lepas dengan yang namanya teratai.
Jadi bahkan bahkan yang disitu ada eh gambar bersayap jadi gambar kepala manusia yang distilir sedemikian rupa kemudian ada semacam sayap itu bisa dihubungkan dengan kitab majelis rule majelis Ulala yaitu yang mengungkap tentang alam Kabir alam sohir yang ada di dalam diri manusia luar biasa Jadi ini kalau kita ziarah kadang-kadang hanya hanya sekedar melihat padahal itu sebetulnya tidak hanya sekedar ukiran tidak hanya sekedar relief tapi mempunyai arti yang dalam free download.
Beliau dalam mensyarakan ajaran agama Islam dikenal seorang waliullah yang berjiwa besar yang sangat peduli dengan kehidupan masyarakatnya pada waktu itu yang mana Banyak berbagai agama yang dianut seperti Indo Budha animisme dan dinamisme. Sangat peduli dengan kehidupan umatnya pada waktu itu. Metode dakwah beliau bilhal atau fisik mawal mauizatul Hasanah. Dari sekian metode dakwah ada juga pesan-pesan nasihat beliau yang terpatri di hati masyarakat sampai sekarang seperti adanya sebutan caturwulan ataupun Sapto piweling.
Sapto billing atau tujuh pesan pengingat yakni yang pertama membangun resep ya sing sasomo yang terjemahan bebasnya selalu membuat hati orang lain gembira atau senang yang kedua Jero Ning Sugo kudu Eling Lan waspodo tatkala susah maupun bahagia kita harus selalu ingat dan waspada. Yang ketiga laksitaning Subroto Tani nglampahi tatkala kita diuji oleh Allah kesulitan hendaknya kita selalu mawas diri jangan sampai terjerumus ke hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.Â
Yang keempat adalah mebel hardaning Ponco Trio sebaiknya kita pandai-pandai mengekang atau menahan gejolak hawa nafsu. Yang kelima Mulyo kuno Ponco waktu yakni kehormatan seseorang kemuliaan seseorang dicapai dengan mengerjakan atau Istiqomah menjalankan.Â
Yang keenam adalah neng neng anu neng bisa diartikan tenang tidak emosional Hening pikirannya jernih Nung atau gunung mampu menempatkan diri sehingga mencapai yang dituju atau gunung. Yang ketujuh ada yang terakhir Bruno ing Samudra wirayang J atau segerombol Wina.
Segala peristiwa dalam kehidupan hendaknya bisa dipahami sebagai perwujudan dari kodok qodarnya Allah dan segala ciptaannya pula akan kembali kepada Allah subhanahuwata'ala.Â
Condro sengkolo yang ada di atas pintu untuk masuk ke cungkup itu dalam tulisan Jawa Kalau dibunyikan adalah Mulyo kuno Ponco waktu diartikan tahun tahun Saka itu adalah 1531 tahun Saka. Kalau di hubungkan dengan tahun masehi itu adalah bertepatan dengan tahun 1609 masehi ini merupakan perlambang atau ada simbolis yang ada kaitannya dengan nuansa nuansa religius.
Mulyono Ponco waktu itu berarti adalah menitikberatkan bahwa dalam kehidupan ini salat lima waktu itu ditekankan akan halnya Condro sengkolo membuat yaitu tanda tahun yang berupa gambar yang bisa dibunyikan Segoro tunggal atau Truno seng Samudro Wira. Kalau diartikan tahun yaitu tahun 1544 tahun Saka kalau itu di hubungkan dengan tahun masehi itu adalah bertepatan dengan tahun 1622 Masehi.
Pada tahun-tahun itu itu adalah kalau di derajat itu adalah dalam pemangkuan kekuasaan cucunya Kanjeng Sunan Drajat yang bernama Raden Permadi yang bergelar Panembahan adikusumo. Kalau dihubungkan dengan kerajaan di Jawa waktu itu itu adalah pada masanya dari pangeran sultan hadiwijoyo atau Kerajaan Pajang menuju ke Keraton Mataram.
Selain Sapto piweling yang sangat terkenal di masyarakat terpatri di hati masyarakat hanya adalah empat pesan atau pesan moral yang lebih dikenal dengan sebutan catur piwulang.
Yang pertama wenehono teken marang wong Kang wutuh berilah tongkat kepada orang yang buta bisa diartikan dan ajarkanlah ilmu atau amalkanlah ilmu agar orang menjadi pandai menjadi mengerti menjadi tahu.
Yang kedua wenehono pangan mana wong Kang duwe artinya berilah makan sama orang yang kelaparan bisa diartikan sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang kurang mampu.
Yang ketiga menehono payung marang wong Kang kudanan yakni penjabarannya berilah perlindungan atau bantuan atau pertolongan kepada mereka yang teraniaya atau yang kurang beruntung dan yang keempat wenehono busono marang wong Kang wudhu berilah pakaian sama orang yang telanjang bisa diartikan ajarkanlah akhlak atau budi pekerti kepada mereka-mereka yang tidak punya malu atau tidak punya tata krama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H