Pendahuluan
Latar Belakang
Pada masa Hindia-Belanda, wilayah-wilayah di Indonesia mengalami berbagai perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang dipengaruhi oleh kebijakan kolonial yang diterapkan oleh pemerintah Belanda, termasuk dalam bidang pendidikan yang memiliki peranan penting dalam menentukan masa depan masyarakat pribumi. Temanggung, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang dikenal dengan sektor pertaniannya, tidak terlepas dari dinamika tersebut, di mana pendidikan formal mulai diperkenalkan kepada masyarakat pribumi dengan berbagai keterbatasan dan tantangan, seperti akses yang terbatas hanya untuk kelompok sosial tertentu dan kurikulum yang disesuaikan dengan kepentingan kolonial yang lebih mengutamakan penciptaan tenaga kerja terampil daripada pemberdayaan intelektual yang luas.
Dalam konteks ini, tingkat melek huruf menjadi indikator penting untuk mengukur dampak dari kebijakan pendidikan kolonial, mengingat literasi adalah fondasi utama bagi perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendorong mobilitas sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, memahami bagaimana literasi dan tingkat melek huruf berkembang di Temanggung selama masa Hindia-Belanda tidak hanya memberikan wawasan tentang efektivitas kebijakan pendidikan yang diterapkan, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat lokal merespon dan beradaptasi terhadap perubahan yang dibawa oleh pemerintahan kolonial, serta implikasinya terhadap struktur sosial-ekonomi pada masa itu. Dengan menelusuri sejarah pendidikan di Temanggung dan menganalisis data literasi yang tersedia, makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi pendidikan, tantangan yang dihadapi, serta usaha-usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah kolonial maupun masyarakat lokal untuk meningkatkan tingkat melek huruf di wilayah ini.
Sifat pendidikan ini berangsur-angsur berubah pada awal abad ke-20. Hal Ini terutama disebabkan oleh munculnya Politik Etis (Etische Politiek) oleh Van Deventer, yang mendukung Van Dem, Van Kol, dan Brroschooft, para sosialis yang mengecam keadaan yang semakin memburuk di Indonesia. Van Deventer menulis sebuah artikel dalam majalah De Gids tahun 1899 yang berjudul "Hutang Kehormatan", di mana dia menyatakan bahwa Negeri Belanda memperoleh keuntungan berjuta-juta gulden dari hasil panen yang sangat berharga dari Tanam Paksa. Keuntungan total mencapai 187 gulden antara tahun 1867 dan 1878. Ini adalah hutang kehormatan yang harus dibayar oleh Belanda kepada rakyat Indonesia. "Trilogi Van Deventer" yang mencakup pendidikan, pertanian, dan emigrasi. Dengan bantuan empat puluh juta gulden, Akhimya Politik Etis mulai diterapkan. Ini mengubah perspektif politik kolonial Pemerintah Belanda tentang Indonesia menjadi daerah yang tidak lagi menguntungkan, tetapi harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan budaya rakyatnya.
Pembahasan
Tingkat Melek Huruf di Temanggung Pada zaman Hindia-Belanda
Meluasnya pendidikan selama periode Politik Etis menyebabkan perubahan sosial yang berdampak pada kehidupan orang Bumiputera. Pendidikan hanya dapat diakses oleh orang- orang Belanda, Timur Tengah, dan bangsawan pada awalnya, tetapi pada akhirnya, orang-orang bumiputera dari golongan rendah dapat mengikuti. Selain itu, juga mempengaruhi perkembangan hubungan sosial di wilayah Kabupaten Temanggung dari tahun 1900 hingga 1942, yang menyebabkan adanya modernisasi. Meningkatnya jumlah orang yang melek huruf di Kabupaten Temanggung pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda dipengaruhi oleh peningkatan pendidikan modern di sana. Masyarakat dari berbagai golongan dan kelas sosial di Kabupaten Temanggung mulai belajar membaca dan menulis serta membuka pengetahuan mereka melalui pendidikan. Pada tahun 1920, jumlah orang yang melek huruf di Kabupaten Temanggung adalah sebagai berikut, 248 dari 334 orang eropa, 7.686 dari 283.197 orang pribumi, dan 978 dari 3.969 orang timur asing. (Resanda, 2019:231)
Salah satunya adalah biaya sekolah yang tinggi, yang membuat orang tua dari kelas ekonomi bawah menolak untuk menyekolahkan anak mereka. Tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah modern karena beberapa sekolah menerapkan seleksi penerimaan murid yang sangat ketat. Karena tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk bekerja dan  emembantukonomi keluarga, orang tua yang memiliki fikiran kolot lebih suka anak-anak mereka tidak perlu bersekolah.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial untuk meningkatkan literasi di Temanggung
Pemerintah kolonial Hindia Belanda berusaha meningkatkan literasi di Temanggung. Usaha ini mencerminkan kebijakan yang diterapkan secara umum di wilayah jajahan. Meskipun tujuan utama pemerintah kolonial adalah memenuhi kebutuhan ekonomi dan administrasi mereka, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan literasi pribumi. Selama tahun 1900-1920, masyarakat Indonesia mengalami modernisasi di banyak bidang. sebagian besar karena politik etis yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial Hindia-Belanda dan orang Eropa. Sekolah Pemerintah: Pada masa kolonial, biasanya mengikuti prinsip konkordansi, yang berarti mereka menggunakan kurikulum dan standar pengajaran seperti yang ada di Belanda. Konkordasi ini dibuat untuk membantu siswa yang berasal dari wilayah Hindia-Belanda berpindah ke sekolah-sekolah di Belanda.
Perbedaan tingkat melek huruf antara zaman Hindia-Belanda dan masa kini di Temanggung
Tingkat melek huruf merupakan indikator penting dari perkembangan pendidikan suatu wilayah. Di Temanggung, perubahan kebijakan pendidikan dan kondisi sosial-ekonomi dari masa kolonial Hindia Belanda hingga masa kini telah membawa perbedaan signifikan dalam tingkat melek huruf. Berikut ini adalah analisis perbandingan tingkat melek huruf di Temanggung antara zaman Hindia Belanda dan masa kini. Tingkat melek huruf pada zaman Hindia-Belanda tergolong rendah karena disebabkan oleh beberapa factor yaitu, akses Pendidikan pada zaman Hindia-Belanda yang terbatas dan elitis sehingga tidak semua kalangan bisa bersekolah. Pendidikan lebih difokuskan pada anak- anak dari keluarga pegawai pemerintah atau mereka yang bekerja di perkebunan. Adapun Sekolah Rakyat (Volksschol) yaitu sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak pribumi, tetapi jumlahnya terbatas dan tidak mencukupi untuk menjangkau seluruh populasi. Sekolah-sekolah di zaman Hindia-Belanda masih memakai kurikulum dasar yang hanya berfokus pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, tanpa banyak perhatian pada pendidikan yang lebih luas. Bahasa melayu masih menjadi Bahasa pengantar pada sebagian sekolah rakyat.
Sedangkan Tingkat melek huruf pada masa kini sudah tergolong tinggi Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tingkat melek huruf di Temanggung pada masa kini telah mencapai lebih dari 95%. Hal ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan dengan masa kolonial. Kenaikan statistic inipun tidak luput dari faktok-faktor yang mempengaruhi yaitu, akses Pendidikan yang mudah diakses dan inklusif. Pendidikan dasar sekarang bersifat wajib dan tersedia secara luas untuk semua anak tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi. Sekarang sudah hampir semua desa memiliki sekolah dasar dan akses sekolah menengah pertama dan menengah keatas juga telah meningkat. Kurikulum saat ini yang digunakannya adalah kurukulum nasional dimana Kurikulum yang lebih komprehensif mencakup berbagai mata pelajaran dari ilmu pengetahuan. teknologi, seni, dan keterampilan hidup. Menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa pengantar.
Perbandingan antara tingkat melek huruf di Temanggung pada zaman Hindia Belanda dan masa kini menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Jika pada masa kolonial tingkat melek huruf sangat rendah dengan akses pendidikan yang terbatas dan diskriminatif, pada masa kini tingkat melek huruf telah meningkat secara dramatis berkat kebijakan pendidikan yang inklusif, pembangunan infrastruktur pendidikan, dan perbaikan kondisi ekonorni dan sosial. Upaya yang konsisten dari pemerintah dan masyarakat dalam memprioritaskan pendidikan telah membawa perubahan positif yang besar dalam meningkatkan tingkat melek huruf di Temanggung.
Penutup
Simpulan
Di antara tahun 1900 dan 1942, pendidikan di Kabupaten Temanggung berkembang dengan cepat. Ini jelas disebabkan oleh lokasinya yang strategis di dekat Magelang, Semarang. Wonosobo, dan Kendal. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan orang Eropa, didirikan sekolah berbahasa Belanda. Sekolah-sekolah ini juga berpusat di pusat Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda. Di Temanggung, institusi pendidikan umumnya dibagi menjadi menjadi dua kategorib yaitu, formal dan nonformal. Standaard School, Volksschool, Europeche Lagere School (ELS), Hollands Chinese School (HCS), dan Hollands Inlandse School (HIS) adalah sekolah resmi Temanggung. Meskipun berbagai jenis pendidikan formal tersedia untuk semua golongan masyarakat, anak-anak Bumiputera masih menghadapi beberapa pembatasan dan diskriminasi saat mendaftar. Pada tahun 1942, Jepang berhasil mengambil alih pemerintahan dari Belanda, mengubah aturan dan kebijakan yang memengaruhi sistem pendidikan, menghentikan perkembangan pendidikan modern di Temanggung.