"Kania, mau kemana?"
"Ehh kamu.. aku mau ke coffeshop di depan."
"Wahh jadi sekarang udah suka kopi nih?"
Menyebalkan sekali. Aku tidak suka pertanyaan itu. Pertanyaan itu membuatku malu. Aku ingat waktu dulu, betapa seringnya aku bilang dia aneh karena kopi sudah seperti menjadi bagian penting dalam hidupnya. Sekarang, kopi malah jadi list minuman favorit aku nomor satu.
"hehe.. semenjak kenal kamu, aku mulai belajar menyukai kopi. Ternyata ia tidak seburuk itu."
Lelaki itu menyunggingkan senyumnya.Â
"Labil." Ia berjalan menyisakan punggungnya yang lebar.Â
"Udah ga usah cemberut gitu dong."Â
Dasar, dia itu ya.. kayak tau aja aku lagi cemberut di belakang.
"Kamu mau kemana?" Tanyaku penasaran.
"Ketemu Cendana, pacarku."
Sial. Pertemuan singkat ini mengingatkan kembali kisah lama yang bahkan tidak pantas untuk disebut kisah. Ia berdiri sendiri seperti pena tanpa tinta. Sesobek kertas pun bahkan tidak bisa berharap apa-apa.
Di seberang jalan ini, luka lama terukir kembali.