Di sana dia menanti dengan sejuta iri dalam hati. Tentang mereka yang tak lelah mengabdi pada penguasa gaib hutan ini.
"Akhirnya aku menemukanmu. Sedang apa di sini?" Seorang wanita datang menghampiri, Safitri. Dayang yang bertugas menjaga Kusuma memudar, lalu mewujud di samping putri kerajaan. "Kamu sedang mengamati mereka?"
"Iya. Kehadiran mereka membuatku iri. Terkadang, aku juga menginginkan kesetiaan seperti yang Ibunda Ratu miliki. Lihatlah mereka! Rela datang tengah malam, menembus kegelapan, dan mengabaikan mara bahaya yang mungkin menghadang hanya demi menemui ibunda."
"Putri, kamu tahu alasan mereka datang, bukan? Mereka hanyalah manusia yang tamak. Demi kekayaan dan ilmu hitam. Mereka juga manusia yang kejam. Setiap permintaan selalu ada imbalan dan tanpa ragu mereka menyetujuinya, bahkan ketika Nyi Ratu meminta nyawa keluarga. Apa kamu menginginkan kesetiaan semacam itu?"
"Tidak Safitri! Mungkin saja ada satu di antara mereka yang berbeda."
Safitri mendengkus. Dilihatnya sinar bulan yang menerobos dedaunan. Kicau hewan malam masih merajai hutan. Lelah. Berulang kali dia menasihati gadis di sampingnya. Namun, Kusuma seakan tak mendengar semua ucapan itu. Teguh dalam pendirian yang sia-sia.
"Semua orang yang datang ke tempat ini, tak ada satu pun yang berbeda, Putri. Mereka hanya memikirkan duniawi. Ilmu kanuragan, harta, dan tak satu pun yang pernah kutemui, datang membawa cinta. Lebih baik kita pergi sebelum Nyi Ratu melihatmu."
"Safitri, kenapa aku tidak bisa seperti para dayang?" Wanita berkemban hijau menghentikan geraknya, lalu kembali duduk. "Mereka bisa menikahi manusia sesuka hati. Kenapa aku dibedakan?" ucap Kusuma dengan kekecewaan. Dia menunduk, mengamati jemari dengan kuku indahnya, warna peach yang berkilau.
"Karena ...."
"Karena aku seorang putri?" sela Kusuma, "ini tidak adil."
"Putri, hutan ini punya peraturan: Jangan ambil apa pun dan jangan meninggalkan apa pun. Para dayang hanya menuruti perintah yang telah turun-temurun. Manusia-manusia yang melanggar dan mengotori hutan, akan diseret ke alam kita dan sulit untuk bisa kembali. Pernikahan hanya sekadar formalitas yang berujung pada perbudakan." Safitri menatap seorang pria yang baru saja menaiki anak tangga menuju mulut gua. "Nyi Ratu akan tiba sesaat lagi. Masihkah kamu memilih untuk tetap berada di sini?"