Pangan menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap orang. Dalam suasana politik, atau bahkan guncangan ekonomi seperti apapun, kebutuhan pangan tak bisa ditunda-tunda.
Oleh karenanya, upaya menjaga ketahanan pangan ini menjadi hal yang sangat urgen bagi setiap negara. Termasuk bagi Indonesia.
Tren ketahanan pangan kita bisa dikatakan membaik dalam 10 tahun terakhir. Meski dalam setahun ini harus turun tingkat karena pandemi dan resesi.Â
Berdasarkan penilaian Global Food Security Index, peringkat ketahanan pangan Indonesia berada di posisi ke-65 pada 2020, turun tiga tingkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Guna menjaga itu, Indonesia harus membangun sektor pertaniannya dengan sebaik mungkin. Pertanian perlu dikelola dengan modern dan berbasis sains hingga menguntungkan semua pihak, terutama bagi para petaninya.
Namun sayangnya usaha itu tak semudah membalikkan tangan. Banyak sekali tantangan untuk menjadikan pertanian Indonesia maju. Diantaranya karena lahan pertanian yang terus berkurang dan minimnya minat anak muda untuk terjun ke sawah.
Adapun faktor utama sawah terus berkurang disebabkan oleh laju alih fungsi lahan yang tak terkendali. Bayangkan saja, setiap tahun lahan pertanian yang terkonversi menjadi non pertanian ini mencapai hingga 100 ribu hektar.
Berdasarkan beberapa riset, penyebab petani menjual lahannya itu karena biaya produksi yang tinggi dan pendapatan yang rendah dari pertanian. Plus minimnya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di tiap daerah.
Penyebab yang sama juga untuk minimnya anak muda menjadi petani. Musababnya tentu saja tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Kondisi tersebut membuat anak-anak muda lebih memilih profesi di luar pertanian.
Bila ini dibiarkan ke depan, maka kemungkinan tak akan ada lagi lahan pertanian dan petani di Indonesia. Sungguh ironis, kan?