Mohon tunggu...
Indah EkaPriyanto
Indah EkaPriyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Seseorang yang suka mencoba-coba

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jelang Pilpres : Pertarungan antar Elit Politik dan Masyarakat yang Biasa saja

11 Desember 2023   00:41 Diperbarui: 11 Desember 2023   00:53 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana internal partai politik Indonesia sekarang sedang sibuk menyiapkan strategi, alur, dan beberapa kemungkinan untuk menyeleksi siapa yang akan jadi nama terdepan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia setelah Joko Widodo, Presiden ketujuh selesai dari masa jabatannya.

Di tahun 2023 ini, tepatnya beberapa bulan sebelum pelaksanaan pilpres, beberapa partai politik dengan nama besar mulai mengusung siapa saja nama yang akan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk 5 tahun mendatang. Meski baru diumumkan sekarang, tapi pada kenyataannya nama-nama calon Presiden dan Wakil Presiden itu sudah dipikirkan sesaat setelah pesta demokrasi 2019 itu selesai.

Pada pilpres untuk tahun 2024 mendatang menjadi salah satu momentum pesta demokrasi Indonesia yang bisa dibilang berbeda dari pilpres tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan tersebut nampak jelas dan terasa ialah ialah pertarungan antar elit politik. 

Pertarungan politik untuk pilpres 2024 mendatang ini seolah memantik rasa penasaran sekaligus rasa haus dari para kelompok partai, publik, dan bahkan kelompok kepentingan dengan tujuan tersendiri. Dimana kita sebagai masyarakat melihat bagaimana kursi Presiden dan Wakil Presiden dicoba di duduki dengan adanya drama, prank, anak muda yang baru saja seumur jagung (istilahnya) bergandengan dengan sepuh pilpres, putusan umur, pengawasan KPU yang nano-nano, dan sosok ideal yang malah rela menjadi wakil. Hal itulah yang mewarnai sekaligus bisa dibilang membedakan pilpres tahun 2024 dengan pilpres sebelumnya. Sungguh prestasi yang luar biasa.

Masyarakat sebagai sekelompok yang menentukan bangsa ini akan dipimpin oleh siapa, justru seolah sudah terbiasa dengan kegaduhan yang sedang terjadi di kalangan atas. Masyarakat seolah sudah cuek dan sudah paham bahwa pilpres pasti seperti itu lagi, tak jauh dari pertarungan politik para elit, kampanye dengan embel-embel segala janji, dan bagi-bagi rezeki yang ujungnya menarik belas kasih mereka. Sebetulnya miris melihat seperti itu, tapi kita juga perlu menyadari bahwa masyarakat sebetulnya bukan sosok yang bodoh apalagi bisa dibodohi.

Perbandingan antara sikap kalangan elit politik dan masyarakat menjelang pilpres ini sebetulnya sudah bukan rahasia umum lagi. Mengingat bagaimana politik di Indonesia berjalan, seiring dengan itu masyarakat juga berpikiran bahwa dibandingkan harus kembali rebut, lebih baik diam menikmati sambil menyaksikan siapa pemenang akhirnya.

Nah perihal yang membuat pilpres 2024 mendatang dengan pilpres kemarin itu seperti memiliki sisi berbeda itu dikarenakan mereka sendiri juga kaget satu sama lain dengan golongannya sendiri. Kalau diceritakan berdasarkan timeline, singkatnya dimulai saat putusan MK untuk menaruh kemenangan atas nama Joko Widodo sebagai presiden untuk kedua kalinya  dan Maruf A'min sebagai wakilnya yang mengalahkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Capres dan Cawapres. 

Saat itu, performa PDI-P memamg begitu luar biasa. PDI-P dengan hadirnya Jokowi untuk kedua kalinya menduduki kursi presiden, mengharapkan bahwa sosoknya bisa menjadi 'tulang punggung' untuk menebarkan slogan kebanggaannya yakni 'partai wong cilik' dan menaruh arti bahwa sosoknya juga bisa menjadi 'boneka'. Pak Jokowi yang memang saat itu belum bisa berbuat apa-apa, patuh saja untuk mengikuti alur, dan PDI-P yang mungkin terlalu tinggi menaruh harapan dan dibutakan oleh rasa hausnya, tidak mewanti-wanti akan adanya sesuatu yang robek nantinya.

Beberapa tahun terlewati, kini giliran Jokowi harus mengestafetkan kempemimpinannya pada sosok lain dan dimulailah hiruk piruk serangkaian menjelang pesta demokrasi. Dunia pemilihan mulai mencuat tatkala Nasdem mengusung nama Anies Baswedan, mantan Gubernur Jakarta sebagai bakal calon presiden. Sosok Anies yang dipandang sebelah mata dan juga dipuji-puji oleh sebagian kaum, membuat namanya menjadi ledekan di jagat media sosial setelah konferensi pengusungannya. Sesaat setelah itu, di mulailah rutinitas dunia pemilihan.

Anies yang baru saja diusung, gencar mendekati politisi-politisi yang mungkin bisa menjadi kawannya dalam pemiihan esok. Bertemulah dia dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), ketua umum partai Demokrat. Hubungan yang diciptakan itu, membuat Demokrat berpikir bahwa Anies Baswedan sedang memberi lampu hijau padanya untuk mengangkat AHY sebagai Cawapresnya. Tapi, layaknya pasangan yang bediri karena tujuannya masing-masing, Anies Baswedan justru mengangkat nama Muhaiminin Iskandar atau biasa dikenal Cak Imin sebagai calon Wakil Presidennya. Demokrat dan AHY yang sudah kepalang dimabuk asmara, sontak kecewa dan langsung pergi berpindah kolalisi, meninggalkan Anies Baswedan yang memberinya harapan palsu. Alhasil dari fenomena itu, membuat Demokrat mendukung penuh Prabowo Subianto sebagai calon Presiden.

Kejadian berikutnya datang dari PDI-P yang mengumumkan siapa calon presidennya. Sosok nama yang diusung PDI-P bisa dikatan membuat partai politik lain gigit jari sebab performa dari partai yang katanya 'wong cilik' itu memang tidak bisa diremehkan. Melalui Megawati selaku ketua umum, PDI-P akhirnya mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024 mendatang. Sosok Ganjar yang sebelumnya Gubernur Jawa Tengah dan memang sudah dekat dengan Jokowi yang asli Jawa Tengah juga, membuat publik sudah tidak heran kalau namanya pasti akan diusung.  Tapi di sisi lain, dengan kemunculan Ganjar, elit politik justru menghajar, bagaimana bisa pemimpin yang bahkan mengurus wilayahnya saja kurang mau-maunya jadi Presiden yang mengurus banyak wilayah. Dan juga adanya penyematan sebagai 'boneka partai'.

Setelah dua rangkaian kejadian itu, bergilirlah kehebohan satu persatu mulai dari Kaesang Pangarep putra bungsu Jokowi dilantik sebagai ketua umum PSI di usianya yang masih seumur jagung dari kacamata masuk ke partai politik, pengumuman Cawapres Prabowo Subianto yakni Gibran Rakabuming putra sulung Jokowi yang baru menjabat Walikota Solo seumur jagung dan Mahmud M.D sebagai Cawapres Ganjar Pranowo. Dari situlah cerita pertarungan antar elit mulai berkoar-koar.

Sasaran dari para Capres dan Cawapres tentu tak lain adalah masyarakat sendiri. Dibanding mendengarkan pertarungan elit politik, mereka justru disuruh untuk mendapatkan hati rakyat guna keberhasilan mereka yang 90%. Masyarakat Indonesia yang sosoknya mudah disetir dan digiring dalam pandangan para elit politik, harus bisa dimanjakan semanja-manjanya supaya hati mereka tidak pergi ke lain. Untuk itu, kampanye-kampanye yang diterjunkan harus wow supaya mereka dimabuk senang.

Tapi pada kenyataanya, meski para kalangan elit itu masyarakat juga, mereka tak bisa mengungkiri fakta bahwa jika sudah dimanja maka belum tentu hati menetap. Masyarakat yang memang sepertinya sudah bosan dengan keributan menjelang pilpres memilih memanfaatkan apa yang ada di mata mereka untuk kesejahteraannya. Masalah memilih itu gampang, asal perut kami kenyang, siasat licik nan gokil pun bisa dilakukan. Contohnya misal Capres dan Cawapres melakukan kampanye dan membagikan sembako atau uang maupun material lainnya, mereka datang menghampiri dan mendapatkannya. Dan Ketika Capres dan Cawapres lain juga ikut datang, mereka juga datang dan menghampiri. Namun saat pemilihan berlangsung, apa yang mereka terima dari calon pemimpin yang kemarin berkampanye belum tentu menggerakkan hati mereka.

Pesta demokrasi alias Pilpres tahun 2024 mendatang memang tak sebeda dengan pilpres-pilpres sebelumnya, namun dia unik sekaligus bisa dibilang memantik sesuatu yang baru di sejarah pemilihan presiden Indonesia. Dan reaksi masyarakat justru santai-santai saja sebab yang bertarung itu para elit politik, yang susah dan tidak tidur itu elit politik, bukan mereka. Bagi masyarakat, dibanding ikut memikirkan hal seperti itu terlalu sangat jauh, lebih baik melihat saja siapa yang memang nanti terpilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun