Kau balut wajah dengan ketenangan air tanpa riak, tetapi daun yang jatuh itu
tak mampu kau rahasiakan getarnya,
daun di atas permukaan telaga.
Daun yang tiada sengaja tersentuh nyanyian degupku.Â
Daun yang semula bertahan dari kesunyian.
Mesti kau terima kecemasan angin yang meniup ranting, mengintai sebuah jendela, ketika kerinduan merengkuh harum tubuhku.
Aku pun menyibak kabut yang terbuat dari hangat nafasmu, seperti pertanda, seseorang memburu setangkai bunga yang tengah mekar dalam jantungku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H