Malam masih akan berulang,
derit kepergian menggesek dinding kediaman,
seperti biola, melahap segala suaraÂ
di sela-sela mawar yang terus merambat.
Kuterima nasib batu terpahat jarum waktu,
sebelum pecah di hulu sungai menjadi ratapan,
sebab tiada selesai kicauan tanpa kau tangkap punai,
dan kau kandang kabar yang dibawanya.
Kibarkan wangi angin, lepaskan rantai kesumat
suaka kewarasanku terhadap manusia
untuk berani menaruh harapanÂ
di ujung ranting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!