Malam masih akan berulang,
derit kepergian menggesek dinding kediaman,
seperti biola, melahap segala suaraÂ
di sela-sela mawar yang terus merambat.
Kuterima nasib batu terpahat jarum waktu,
sebelum pecah di hulu sungai menjadi ratapan,
sebab tiada selesai kicauan tanpa kau tangkap punai,
dan kau kandang kabar yang dibawanya.
Kibarkan wangi angin, lepaskan rantai kesumat
suaka kewarasanku terhadap manusia
untuk berani menaruh harapanÂ
di ujung ranting.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!