Hukum adalah sarana yang diciptakan demi ketertiban tatanan manusia agar stabil dan sesuai dengan alurnya. Hukum atau aturan yang berkeadilan merupakan kebutuhan kolektif, karena tegaknya hukum itu merupakan sesuatu yang penting bagi kelestarian kehidupan yang sistematis. Akan tetapi, dalam penerapannya terkadang hukum tersebut tidak berjalan maksimal yang pada akhirnya keinginan tersebut tidak dapat terwujud.Â
Menurut Soerjono Soekanto Salah satu fungsi hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap atau perilaku adalah membimbing perilaku manusia supaya tetap pada kaidahnya. Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada hukum saja, tetapi jugai mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau perilaku baik yang bersifat positif maupun negatif. Efektivitas dari penegakan hukum sendiri sangat berkaitan erat dengan efektivitas hukum. Jadi, agar hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum untuk menegakkan sanksi tersebut. Dengaan adanya kondisi tersebut menunjukkan bahwa hukum tersebut efektif.Â
Hal-hal yang dapat memengaruhi efektivitas hukum yaitu hukum mengandung unsur keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Kepastian Hukum berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja, belum tentu keadilan itu tercapai. Maka, jika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidak semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, melainkan juga ikut mempertimbangkan perkembangaan dan kepentingan masyarakat. Selanjutnya adanya Penegak hukum, berkaitan dengan pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum (law enforcement). Bagian-bagian law enforcement itu sendiri yaitu aparatur penegak hukum yang mampu memberikan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum secara proporsional.Â
Hukum mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Cara-cara untuk memotivasi masyarakat dengan sistem yang sudah diatur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social engineering atau social planning. Agar hukum benar-benar dapat memengaruhi perlakuan masyarakat, maka hukum harus disosialisasikan, sehingga melembaga dalam masyarakat. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa suatu sikap tindak perilaku hukum dianggap efektif apabila sikap, tindakan atau perilaku manusia menuju pada tujuan yang dikehendaki. Artinya apabila manusia atau masyarakat tersebut mematuhi hukum, Undang-Undang dapat menjadi efektif karena peranan yang dilakukan pejabat penegak hukum semakin mendekati apa yang diharapkan oleh Undang-Undang dan sebaliknya menjadi tidak efektif jika peranan yang dilakukan oleh penegak hukum jauh dari apa yang diharapkan oleh Undang-Undang.
Seiring berkembangnya zaman, banyak bisnis usaha yang muncul di tengah-tengah masyarakat, bisnis usaha memiliki banyak macam dan beragam bentuk karena menyesuaikan kebutuhan sehari-hari masyarakat yang beraneka ragam. Seperti halnya praktik jasa laundry syariah, dalam persfektif sosiologi hukum Islam bahwasannya praktik yang dilakukan oleh usaha laundry tersebut belum tentu sudah syari, kata syariah yang dicantumkan didalam usaha laundry ini hanyalah sebuah simbol untuk promosi yang berbeda dengan usaha laundry lain agar menarik pelanggan, padahal kita bisa mengetahui laundry itu benar-benar syariah atau tidak dengan melihat dari proses pencucian nya. Biasanya pelanggan-pelanggan tidak terlalu memperhatikan bagaimana pakaian yang mereka laundrykan selain bersih, rapi, dan wangi juga harus suci dari najis supaya bisa digunakan dalam beribadah kepada ALLAH SWT. Hal tersebut bila kita kaitkan dengan teori sosiologi maka akan menghasilkan teori pengaruh perubahan dan perkembangan sosial masyarakat terhadap pemikiran hukum Islam yaitu dengan semakin berkembangnya keadaan sosial masyarakat maka juga berpengaruh terhadap pemikiran hukum Islam, yang mana pemilik laundry menggunakan istilah laundry syariah hanya untuki strategi promosi agar pelanggan tertarik.
Pernyataan yang familiar dan sering terdengar tentang pelaksanakan dan penegakan hukum di Indonesia dengan satu kalimat "tajam ke bawah tumpul ke atas". Pernyataan ini memiliki alasan yang kuat yaitu dengan menyaksikan implementasi penegakan hukum dan hukum yang sangat menjadi sorotan, implementasi ini disebut implementasi hukum pidana. Jika dilihat dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" artinya setiap warga negara memiliki hak yang sama dan tidak di bedakan baik dalam hal kekayaan, status, jabatan maupun keturunan.Â
Namun fakta kondisi hukum sekarang ini, ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka hukum menjadi tumpul. Namun, jika berhadapan dengan orang lemah yang tidak memiliki kekuasaan dan uang hukum bisa sangat tajam. Dilihat dari kondisi ini proses hukum tidak berjalan secara otomatis dan tidak terukur bagaimana proses penegakan hukumnya. Seharusnya, ketika ada kasus hukum kita bisa lebih teliti dan mencari tahu perbuatannya apa, bagaimana prosesnya, bagaimana proses pembuktiannya, bagaimana keputusannya. Jika hal ini diterapkan, proses penyelesaian hukumnya pasti berjalan dengan baik. Tetapi, masih ada penyimpangan-penyimpangan dalam ranah ini. Misalnya kasus tentang pencurian, tuduhannya pencurian, tetapi penyimpangan yang terjadi bisa saja berbeda atas kedudukan status sosialnya. Jika yang mencuri berstatus sosial kalangan bawah, maka proses penegakan hukumnya cepat dan mudah dalam penahanan. Namun sebaliknya jika terjadi pada orang yang berstatus sosial tinggi atau memiliki kuasa dalam masalah keuangan dan politik maka akan sulit dan lama proses penahanannya. Hal ini tentunya sangat menyengsarakan masyarakat yang tentunya dipertanyakan bahwa di manalah keadilan bagi "wong cilik". Hukum seharusnya bertugas melayani masyarakat bukan sebaliknya.
Masyarakat atau kehidupan sosial sesungguhnya adalah gabungan dari berbagai macam hubungan antar anggotanya. Dari gabungan hubungan ini membentuk kehidupan sosial. Kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan teratur didukung dengan adanya suatu tatanan dalam masyarakat, yaitu menciptakan hubungan-hubugan yang tetap dan teratur antar anggota-anggota masyarakat. Istilah sosial mempunyai arti yang berbeda dengan istilah sosialisme. Istilah sosial merujuk pada obejeknya yaitu masyarakat, sedangkan sosialisme adalah suatu idelogi yang berpokok pada prinsip pemikiran umum (alat-alat produksi dan jasa-jas dalam bidang ekonomi). Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka perlu dibentuk adanya hukum sebagai sosial kontrol masyarakat, hal ini dapat diartikan sebagai pengawas oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan. Dengan demikian sosial kontrol memiliki tujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas, dengan perubahan dalam masyarakat itu sendiri.
Dari sudut sifatnya sosial control bersifat preventif atau represif, preventif merupakan pencegahan suatu hal buruk yang fatal terhadap terjadinya gangguan kepastian dan keadilan. Sedangkan usaha represif bertujuan mengembalian keserasian hukum dengan masyarakat yang sebelumnya berlaku dan terganggu akibat pelanggaran, proses sosial control ini dapat dilakukan tanpa adanya kekerasan ataupun paksaan (coercive). Sosial control berfungsi membentuk manusia menjadi lebih baik dan mencegah agar manusia tidak melakukan penyimpangan dalam masyarakat.Â
Sosio-legal dapat diartikan seperti rumah besar yang di dalamnya berisi antropologi hukum, psikologi hukum, sosiologi hukum, politik hukum dan lainnya. Kajian sosio-legal adalah salah satu metode ampuh yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana hukum bisa efektif dalam praktiknya di masyarakat. Socio-Legal Studies sangat memperkaya perkembangan ilmu hukum baik di ranah teori maupun praktik. Tujuan sosio legal diantaraanya yaitu : (1) Menjadi bahan memperoleh ilmu pengetahuan Socio-Legal Studies baik dalam lingkup Indonesia maupun negara lain; (2) Menawarkan studi hukum interdisiplin secara lebih luas sebagai pembelajaran yang penting dalam ilmu hukum di Indonesia, merespon perkembangan ilmu pengetahuan global yang mendunia; (3) Menjadi sarana kolaborasi antar ilmuwan dalam studi hukum interdisiplin, serta pertukaran pemikiran dan kerjasama ilmiah baik nasional maupun internasional.Â
Kajian serta isu seputar pluralisme hukum bukan hal baru ataupun ranah studi baru di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pluralisme hukum hadir sebagai kritikan terhadap sentralisme dan positivisme dalam penerapan hukum kepada rakyat. Pluralisme hukum menjelaskan adanya kerjasama dari berbagai sistem hukum yang bekerja dalam masyarakat. Pluralisme hukum juga dapat memetakan berbagai hukum yang ada dalam suatu bidang sosial. Pluralisme menjelaskan relasi, adaptasi, dan kompetisi antar sistem hukum. Pluralisme hukum menunjukkan pilihan warga yang memanfaatkan hukum tertentu ketika berkonflik.Â