Mohon tunggu...
Indah budiarti
Indah budiarti Mohon Tunggu... Guru - https://www.kompasiana.com/indahbudiarti4992

Guru biasa dalam kesederhanaan. Berani mencoba selagi ada kesempatan. Menulis untuk keabadian.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Pacar Romlah

4 Juli 2024   16:03 Diperbarui: 4 Juli 2024   16:11 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

     Untuk menyambung hidupnya, Romlah punya tiga pacar. Mereka punya pekerjaan yang hampir mirip.

Kemarin Adi dapat hasil lumayan, lima puluh ribu rupiah untuk Romlah hari itu. Adi pacar Romlah, jatuh cinta karena paras cantiknya. Ia rela kerja  siang malam demi Romlah, meskipun dia tahu itu tak akan cukup bagi Romlah dan ketiga anaknya.

Romlah masih punya laki-laki lain untuk dijadikan pacarnya. Namanya Iwan. Badannya tinggi besar dan suka memelihara kumis panjang. Dia satu-satunya pacar Romlah yang bekerja dengan seragam khusus. Romlah bangga, Iwan menjadi pacar yang paling sering ditemuinya setiap hari. Sayangnya, dua hari yang lalu Iwan terlibat bentrok dengan pengunjung di tempatnya bekerja hingga sulit untuk bertemu Romlah.

Salim adalah pacar Romlah yang pertama dan yang paling tahan banting. Meskipun tubuhnya kurus dengan rambut yang tak terurus, Salim tak pernah sekalipun absen untuk menyokong hidup Romlah sehari-hari bersama ketiga anaknya.

     "Hei Romlah ! Tunggakanmu itu sudah lebih dari satu minggu. Masa sih nggak bisa nyetor lima ribu perak setiap hari??"

Tante Mira si tukang kredit kampung ini berdiri garang di depan pintu rumah Romlah. Suaranya yang menggelegar membuat para perempuan tetangga Romlah keluar rumah.

      "Apa harus aku umumkan kalau utangmu itu banyak, biar orang sekampung tahu semua?!"ancamnya kemudian.

Ujung mata Romlah mulai basah. Ia berusaha keras untuk menahan air matanya. Syifa si putri sulungnya menangis sesunggukan di sudut ruang rumahnya.

      "Ibu...biarlah besok-besok Syifa tak jajan di sekolah."

      "Syifa malu sama teman-teman, sama tetangga kita..."lanjutnya sambil tersedu.

Romlah menutup kedua telinganya. Suara tangisan Syifa beradu dengan mulut Tante Mira yang semakin menjadi-jadi. Menusuk telinga hingga ke jantungnya. Detaknya semakin tak beraturan, kencang hingga mampu memacu darah dari ujung kaki sampai kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun