Kemarin, kita masih bisa berkata-kata
pada apa yang kita rasa
dan pikiran mampu menjamu waktu yang mengetuk pintu realita kehidupan
Entah sejak kapan
Satu-persatu suara itu menuntun kata menjadi kalimat
yang memaksa kita untuk berjalan  di jalur yang ditentukan para penguasa dan pihak-pihak berkepentingan
Merenda peraturan menjerat cita-cita dan perlahan memadamkan karsa
Tidak boleh ada yang menangis diam-diam
atau mengutuk dalam kegelapan
Jangan biarkan Ki Hajar Dewantara meratap murka
dan Kartini mengutuk perempuan-perempuan negeri
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!