Menunggu hari Sabtu tanggal 6 Februari 2021, penuh rasa tak sabar tapi juga terselip rasa kuatir. Kuatir  hujan dan listrik padam. Selebihnya sudah disiapkan dengan baik.Â
Diawali dengan bincang-bincang ringan dengan seorang teman. Mengajak untuk menciptakan suasana yang berbeda, tidak monoton sekaligus membuat keramaian. Eits..keramaian yang dimaksud bukanlah keramaian yang bakal memicu kerumunan.Â
Membuat acara live streaming memang masih menjadi hal yang baru bagi kami. Padahal acara yang dikemas seperti itu sudah menjadi trend sejak lama. Tidak hanya dilakukan oleh stasiun-stasiun televisi maupun produsen hiburan. Kebetulan ada momen untuk kami kembali merajut tali kasih dan kepedulian terhadap bangsa dan saudara-saudara setanah air.Â
Acara live streaming itu kami namakan Aksi Peduli Bencana Alam. Kami juga mencari nama kegiatan itu dengan memakai bahasa Inggris, Virtual Art For Charity, bukan untuk keren-kerenan, tapi untuk mempermudah orang dari negara lain mengerti dan paham.Â
Apalagi acara ini kami unggah pada kanal youtube sekolah kami dan pastinya akan dapat diakses oleh orang-orang dari segala penjuru dunia dengan catatan kalau memang mereka ingin melakukannya.
Persiapan kami lakukan dengan sepenuh hati. Mulai dari membentuk panitia yang bertanggung jawab pada masing-masing tugasnya. Yang  harus mempersiapkan sejak awal adalah tim IT ( informatika dan teknologi ).Â
Beruntung sekali sekolah kami memiliki tenaga-tenaga yang handal di bidang ini. Kolaborasi kami ciptakan sedemikian rupa. Dan yang tak kalah pentingnya adalah kerjasama. Guru dan karyawan saling menautkan ide dan merekatkan saran agar tercipta suatu keharmonisan kemasan acara.
Mengiringi kegiatan ini, rekan-rekan guru bersinergi  mengeluarkan kemampuan dan potensi diri. Penampilan seni yang akan kami kemas dalam acara live streaming ini jelas memakan waktu, pikiran, dan tenaga.Â
Di tengah-tengah kesibukan kami mengajar secara daring, kami sempatkan untuk berlatih. Ya..saya sebagai salah satu pengisi acara pentas seni secara virtual tentu saja harus ekstra bekerja. Setelah menentukan mata acara yang akan ditampilkan, kami pun mulai berlatih. Ada yang menari, menyanyi, bermain musik, dan bermain peran. Lumayan, dapat menyingkirkan rasa bosan akan rutinitas kami.Â
Sekarang bagian saya dan rekan untuk menampilkan sebuah performa yang cukup menantang. Mendongeng atau bisa dikategorikan dengan bercerita sekaligus bermain peran.Â
Nah...cukup menantang bagi kami. Selama ini kami sering melatih murid-murid untuk mengikuti perlombaaan mendongeng atau juga story telling dalam bahasa Inggris. Kami bersyukur, murid-murid yang kami latih hampir selalu mengukir prestasi pada sekolah kami. Giliran kami yang akan mendongeng, berani atau tidak?
Dongeng yang kami bawakan mengenai cerita rakyat Jambi. Putri Tangguk judulnya. Mengisahkan seorang wanita yang memiliki sawah seluas tangguk namun dapat menghasilkan padi yang berlimpah.Â
Sayangnya dia tak mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan. Membuang padi di jalanan yang akan dilaluinya sepulang dari memanen hanya karena jalanan licin akibat tersiram air hujan semalam.
Asyiknya dongeng ini kami bawakan berdua, seperti duet dalam menyanyi dan dapat mengurangi rasa grogi dibandingkan tampil solo. Jadilah kami "Duo Tangguk" . Duo dalam bahasa Jambi berarti dua.
Supaya lebih menarik dan sedikit berbeda, dongeng ini kami bawakan dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah Jambi. Awalnya rekanku agak kesulitan mengucapkan kata-kata dalam bahasa daerah Jambi, apalagi dengan dialek yang mendayu-dayu dengan nada yang tinggi. Maklum, rekan duetku ini berasal dari daerah Lampung dan berdarah Jawa.Â
Jelas sekali, dia selalu tertawa kegelian ketika mengucapkan beberapa dialog. Latihan kami sempat tertunda karena tertawa. Saling menertawai akting dan pengucapan. Apalagi kalau ada bagian yang salah.
Tak sampai di situ, kami tak hanya menampilkan kisah utama saja, tapi ada selipan-selipan dialog dalam guyonan . Seperti melawak ala masyarakat daerah Jambi. Susah memang untuk tidak tertawa.Â
Lucu-lucuan yang kami buat harus kami tampilkan dengan serius yang artinya kami tak boleh tertawa . Kami  seperti orang-orang yang konyol. Ini yang harus kami latih.Â
Jangan tertawa alias tahan tawa. Jelas sulit bagi kami, karena kami bukan pelawak ataupun pemain peran. Tapi kami harus menampilkan yang terbaik dan juga kami sebagai guru seharusnya bisa memainkan peran  terutama dalam menyampaikan pelajaran di sekolah saat tatap muka agar tidak bosan.
Sungguh berkesan acara Aksi Peduli Bencana Alam yang kami tayangkan secara langsung melalui kanal youtube sekolah kami, SD Xaverius 2 Jambi.Â
Kami semua senang dan bangga. Sukses mewarnai akhir acara ini yang bertujuan untuk menggalang dana bagi saudara-saudara kami yang terkena bencana gempa bumi di Sulawesi, banjir di Kalimantan Barat, dan tanah longsor di Jawa Barat.Â
Kami juga mengajak seluruh peserta didik kami dan orangtua untuk berpartisipasi dalam acara ini. Syukurlah,tayangan kami direspon dengan baik. Walaupun ada kesalahan dan hambatan tapi ini sudah menjadi suatu permulaan yang sangat baik bagi kami.Â
Kami bisa karena kami bersatu. Dalam lingkup yang kecil ini,kami bisa mewujudkan suatu harapan untuk bersatu dalam seni. Memang seni telah menyatukan kami, saling bergandeng tangan untuk menggapai hasil yang terbaik. Kami ingin Indonesia bisa melewati masa-masa sulit dengan bersatu dan tetap berbagi kasih.
Dan yang membuat kami "Duo Tangguk" menjadi lebih senang adalah kami berhasil menahan tawa agar tidak keluar dari mulut kami pada saat kami sedang live. Biarlah yang menonton kami yang tertawa.Â
Kami bahagia dapat membuat orang lain senang. Apalagi setelah saya mendapat komentar dari salah satu orangtua murid yang mengirim chat lewat whatsapp pribadi saya, " pas adegan ini, mau diputar berapa kali tetap aja bikin ketawa..super sekali..keren Bu..!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H