Mohon tunggu...
Indah Ayu Putri Raharyana
Indah Ayu Putri Raharyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga

Saya memiliki minat pada psikologi dan bidang kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rendahnya Kesejahteraan Guru: Penyebab Utama dari Cacatnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

9 Juni 2022   19:20 Diperbarui: 9 Juni 2022   20:08 5151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahukah Anda? Demi keselamatan manusia beserta planet yang kita tinggali, para pemimpin dunia termasuk Indonesia, telah menyepakati suatu rencana aksi global. Rencana tersebut berupa tujuh belas tujuan yang dijadikan PBB sebagai agenda dunia pembangunan yang disebut sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). 

Apa saja tujuh belas tujuan tersebut? Tujuan-tujuan itu, di antaranya (1) Menghapus Kemiskinan, (2) Mengakhiri Kelaparan, (3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, (4) Pendidikan Bermutu, (5) Kesetaraan Gender, (6) Akses Air Bersih dan Sanitasi, (7) Energi Bersih dan Terjangkau, (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, (9) Infrastruktur, Industri, dan Inovasi, (10) Mengurangi Ketimpangan, (11) Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan, (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab, (13) Penanganan Perubahan Iklim, (14) Menjaga Ekosistem Laut, (15) Menjaga Ekosistem Darat, (16) Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat, (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Nah, ketujuh belas tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030. Namun, apakah hal tersebut memungkinkan?

Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia. 

Begitu menurut Nelson Mandela, presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan yang menjadi tokoh inspiratif karena keberaniannya dalam melawan praktik apartheid di Afrika Selatan. 

Paham, kan? Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam pembangunan demi keselamatan bumi dan manusia, tak heran bila pendidikan yang bermutu menjadi salah satu tujuan yang tertuang dalam SDGs. Lalu, bagaimana dengan kualitas pendidikan di Indonesia? Apakah sudah bermutu, sesuai dengan harapan tujuan SDGs tersebut?

Sayang sekali, berdasarkan data yang dilaporkan oleh The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu peringkat ke-37 dari 57 negara yang didata. Daya saing yang rendah tentu termasuk salah satu dari alat ukur pendidikan yang berkualitas, dan hal ini didukung oleh survei dari Political and Economic Risk Consultant (PERC), yang menyatakan bahwa pendidikan Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Kemudian, menurut survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 77 negara. 

Sebenarnya apa, sih, hal yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia? Ada beberapa faktor yang menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan, yaitu sarana prasarana serta sistem pembelajaran, siswa, dan guru. Di antara faktor-faktor tersebut, mana yang paling berpengaruh? Mana yang saat ini benar-benar harus diperbaiki demi memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia hingga bisa mencapai SDGs ke-4 yang telah disepakati dunia?

Bagaimana dengan sarana prasarana? Faktor yang satu ini cukup penting, karena fasilitas yang baik tentu bisa mendukung pembelajaran yang baik. Pasti Anda pernah mendengar di berita atau bahkan melihat dan merasakan sendiri, bagaimana anak-anak yang tinggal di pelosok harus berjalan sejauh beberapa kilometer melewati lembah dan menyeberangi jembatan setiap harinya untuk bersekolah. Miris, bukan? Namun, Anda juga mungkin pernah mendengar bagaimana anak-anak itu menjadi orang yang sukses, karena ada guru yang memiliki dedikasi tinggi untuk mengajar anak-anak tersebut, yang juga berhasil memotivasi mereka untuk tetap memiliki semangat yang tinggi dalam menempuh pendidikan. 

Ya, guru adalah sosok yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan pendidikan. Dalam pasal 39 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru sebagai tenaga pendidik memiliki tugas untuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan melakukan pengabdian masyarakat. Sayangnya, tidak sedikit guru di Indonesia yang tidak memiliki profesionalisme dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.

Banyak permasalahan di sekolah seperti diskriminasi dan pilih kasih oleh guru. Diskriminasi ini pun banyak macamnya, seperti diskriminasi berdasarkan bentuk fisik, jenis kelamin, agama, status sosial, dan etnis. Selain itu, ketidakprofesionalan guru juga terlihat dari banyaknya guru yang sering terlambat masuk kelas bahkan tidak mengajar. Ada pula guru yang tidak memahami materinya sendiri dengan baik sehingga tidak optiml dalam memberikan materi pembelajaran di sekolah. Di beberapa kasus, guru menggunakan kekerasan fisik dan verbal pada siswanya yang nakal. Padahal, siswa harus dibimbing dan dididik dengan sebaik-baiknya. 

Sebenarnya, buruknya profesionalisme guru-guru tersebut tidaklah mengherankan bila melihat betapa rendahnya tingkat kesejahteraan guru di Indonesia. Guru di Indonesia digaji dengan gaji yang termasuk rendah. Bahkan ada guru yang pencairan gajinya tertunda selama beberapa bulan. Guru honorer pun harus merasakan ketakutan dan kekhawatiran bila sewaktu-waktu kontraknya diputus.  Beberapa hari lalu pun ada sebuah kasus yang viral, menunjukkan betapa buruknya tingkat kesejahteraan guru di Indonesia. Seorang guru di Sragen, Jawa Tengah, bernama Ibu Suharti mengajukan pensiun pada usianya yang sudah mencapai 60 tahun. Jangankan mendapat dana pensiun, gaji beliau malah ditagih kembali, yakni sebesar 160 juta rupiah. Usut punya usut, rupanya Ibu Suharti tidak dianggap sebagai guru, melainkan hanya sebagai tenaga pendidik dengan batas umur pensiun 58 tahun, sehingga gaji Ibu Suharti selama dua tahun yang lalu ditagih kembali. Karena masalah ini, SK pensiun Ibu Suharti tidak turun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun